Sejarawan: Banyak Bukti PKI Mulai Bangkit Kembali

Mediaumat.news – Sejarawan Moeflich Hasbullah melihat saat ini banyak bukti PKI atau komunis mulai bangkit kembali meski dengan cara yang tidak frontal.

Kan sekarang itu diisukan, dan kita melihat banyak buktinya PKI mulai bangkit kembali dengan cara yang tidak frontal,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Kamis (7/10/2021).

Menurutnya, pergerakan komunis saat ini masif dan sistematis. “Mereka sekarang lebih smooth, lebih politis, memasuki parlemen, kemudian menguasai media dan sebagainya. Berani bicara secara terbuka, yang menunjukkan gerakan mereka itu masif dan sistematis,” ujarnya.

Moeflich melihat, sekarang ini media mulai banyak yang mengangkat isu-isu PKI dengan maksud pembelaan. “BBC mengangkat berita-berita yang jelas membela PKI. Sekarang TVRI juga tidak berani memutarkan film pengkhianatan G30S/PKI. Itu kan jelas ada perubahan yang sangat drastis,” ungkapnya.

Ia merasa heran, film yang dulu diminta oleh Pak Harto diputar terus selama bertahun-tahun untuk mengenang kebiadaban PKI sekarang malah media pemerintah sendiri yang enggan memutarnya kembali. “Karena dianggap ada potensi perpecahan atau pembelahan di masyarakat. Ini kan sebenarnya suatu yang aneh,” ujarnya.

Menurutnya, ini fakta-fakta baru yang sebetulnya ironis karena tidak pernah muncul sebelumnya. “Banyak media yang membela korban-korban PKI atas isu HAM dan kemanusiaan. Ini suatu bentuk kooptasi atau usaha pemerintah untuk berusaha turut menjernihkan atau membersihkan nama PKI. Jadi, Ini gejala baru yang sangat mengkhawatirkan bila PKI kita definisikan seperti zaman tahun 65,” tandasnya.

Target

Moeflich mengatakan, target komunis sangat jelas yakni menguatkan diri untuk mencoba bangkit kembali.

“Sekarang mereka sudah memunculkan partai yang menyuarakan suara kaum buruh untuk keadilan dan kemanusiaan. Itu katanya konon dibuat oleh anak-anak PKI. Kita belum tahu pasti karena belum terdaftar di Mendagri,” ungkapnya.

Menurutnya, target komunis ingin menyuarakan suara politiknya untuk kemudian berusaha menguasai pemerintahan. “Cuma sekarang ini caranya lebih canggih, lebih smooth, lebih high, politis, melalui strategi, tidak frontal sehingga pekerjaan mereka mulus. Dan kemulusan mereka sebetulnya bersanding atau dibantu oleh pengusaha yang kebanyakan non Muslim atau Cina yang itu menjadi jalan mulus untuk memajukan misi dan perjuangan PKI. Terutama bukan PKI-nya tapi komunismenya,” jelasnya.

“Ini yang perlu diantisipasi, jika kita melihat sejarah kelam bangsa Indonesia yakni PKI yang telah menuliskan tinta hitam dalam sejarah Indonesia,” imbuhnya.

Korban

Moeflich menuturkan bahwa korban PKI sesuai fakta sejarah adalah bangsa Indonesia. “Tujuh jenderal dibunuh di Lubang Buaya. Jenderal pada tahun 65 itu makhluk mahal atau SDM Indonesia kelas atas dari kalangan militer sebagai calon pemimpin atau tokoh penting. Itu jelas korbannya,” tegasnya.

“Kedua, para ulama dan santri. Di pesantren banyak kiai NU dibunuh dan kiai pesantren dibunuh pada saat konfrontasi dengan umat Islam. Tadinya, PKI seperti ingin merangkul Islam namun faktanya Islamlah yang paling kuat perlawanannya terhadap PKI. Akhirnya mereka pun membabi buta. Membantai ulama dan para santri,” tambahnya.

Jadi dari sisi korban, menurut Moeflich, korban PKI adalah umat Islam. “Namun mereka memersepsi dengan isu kemanusiaan, justru merekalah korban,” ungkapnya.

Ia mengingatkan, PKI ini berbahaya karena menghalalkan segala cara sehingga dibubarkan di masa orde Baru. “Ideologinya harus diwaspadai karena bahayanya komunisme itu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Walaupun saya pribadi, tidak terlalu khawatir karena umat Islam saat ini mulai menguat secara jumlah, kesadaran dan sebagainya, namun masih kalah dalam strategi penguasaan politik formal di tingkat negara,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: