Ketertarikan suku Aborigin terhadap Islam saat ini, salah satunya dipengaruhi kesamaan beberapa budaya.
Banyak orang Aborigin, seperti petinju Anthony Mundine, yang memandang Islam sebagai cara menghubungkan kembali dengan leluhur mereka. Kenaikan jumlah orang yang masuk Islam di kalangan penduduk asli Australia, oleh beberapa pihak dilihat sebagai langkah politik. Namun tidak banyak yang tahu ada sejarah panjang antara orang Aborigin dengan Islam.
Komunitas adat Aborigin dan Muslim memiliki hubungan dagang, bergaul dan menikah di Australia selama tiga abad. Sejak awal tahun 1700-an nelayan Muslim dari Indonesia (Makassar) melakukan pelayaran secara rutin ke pantai utara dan barat laut Australia. Sebagian besar di antaranya mencari siput laut (teripang laut). Bersamaan dengan itu, terjalin hubungan dagang barang-barang material.
Penelitian terbaru mengonfirmasikan adanya motif-motif Islam pada beberapa mitologi dan ritual Aborigin Australia utara. Dalam upacara jenazah yang dilakukan oleh masyarakat di Galiwinku di Pulau Elcho pada hari ini, terdapat sebutan bagi tokoh yang diimpikan Walitha’walitha, sebuah adaptasi dari ungkapan dalam bahasa Arab : Allahu Ta’ala (Tuhan Yang Maha Agung).
Muslim pertama yang menetap secara permanen di Australia adalah para penunggang unta, terutama dari Afghanistan. Antara tahun 1860-an hingga 1920-an, para penunggang unta Muslim itu bekerja pada jalur pedalaman dan mengembangkan hubungan dengan orang-orang Aborigin setempat. Pernikahan dengan mereka biasa terjadi. Tidaklah mengherankan terdapat keluarga Aborigin dengan nama keluarga seperti Khan, Sultan, Mahomed, dan Akbar.
Di pertengahan 1880-an, orang-orang Melayu Muslim datang ke Australia utara sebagai buruh kontrak pada industri kerang mutiara. Terjalin hubungan panjang dengan masyarakat adat yang mereka temui. Tidak sedikit yang menikah dengan wanita Aborigin setempat. Saat ini banyak orang melayu Aborigin di bagian utara Australia.
Sebuah perahu layar kecil terlukis dengan pigmen putih-kuning pada batu merah di Wellington Range, Arnhem Land, Australia Utara. Samar tapi jelas, lukisan itu membawa kisah yang berbeda dari kebanyakan penerimaan sejarah orang Australia. Islam terbukti telah hadir sebelum kedatangan pemerintah kolonial di Negeri Kanguru itu. Agama itu tidak datang untuk menaklukkan dan mengeksploitasi, tetapi sebatas menjalin hubungan dagang. Selama hampir 500 tahun, Islam menjadi bagian dari sejarah Australia.
Lukisan itu merupakan gambar perahu tradisional Indonesia yang dikenal sebagai prau. Ia digunakan nelayan Muslim dari Makassar untuk mencari teripang atau timun laut. Tidak diketahui kapan tepatnya orang-orang Makassar ini pertama kali tiba di Australia. Beberapa sejarawan memper kirakan 1750 M, tetapi tes radiokarbon menunjukkan jejak yang jauh lebih awal.Salah satu tampaknya telah dibuat sebelum 1664 M, mungkin pada awal 1500-an.
John Bradley dari Monash University mengatakan : “Jika Anda pergi ke timur laut Arnherm Land, ada jejak Islam dalam lagu, lukisan, tarian, dan ritual pemakaman. Lewat analisis linguistik, Anda juga dapat mendengar lagu-lagu pujian kepada Allah atau setidaknya doa-doa tertentu,”
Pengaruh Budaya
Ketertarikan suku Aborigin terhadap Islam saat ini, salah satunya dipengaruhi kesamaan beberapa budaya. Penduduk asli Aborigin, melihat kemiripan budaya kepercayaan adat tradisional dan ajaran Islam. Seperti praktik sunat kaum pria, pernikahan yang dijodohkan, poligami. Pernikahan di mana pria biasanya lebih tua dari istri mereka dan adanya peran yang jelas antara laki-laki dan wanita.
Penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan dalam ajaran Islam menjadi daya tarik tersendiri bagi suku asli Aborigin. Seperti air dan makanan sangat berharga sehingga seseorang hanya mengambil apa yang sekadar dibutuhkan.
Kaum pribumi juga tertarik pada Islam karena tidak menganut jenis mono-kulturalisme yang dikampanyekan oleh para misionaris Kristen kepada orang-orang Aborigin. Alquran menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dalam berbagai bangsa dan suku. Perbedaan ras dan budaya ini dalam Islam merupakan sunnatullah yang menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
Menurut Shahzad, Muslim yang berasal dari Aborigin, menyatakan Islam tidak hanya mengatakan : “Anda adalah Muslim, hanya itu, namun mengakui keberagamaan dari berbagai suku dan bangsa. Hal itu tidak dilakukan orang Kristen kepada banyak orang Aborigin, yang mencoba dan menjadikannya mereka seperti orang kulit putih,” ujarnya.
Perlindungan Islam terhadap wanita juga menjadi daya tarik sendiri. Kaum penduduk asli perempuan akibat stereotip seksual menjadi korban tingkat kekerasan seksual yang tidak proporsional. Mengenakan jilbab menjadi cari praktis dan simbolis terhadap sorotan mata laki-laki yang nakal.
Bagi sebagian orang Aborigin, menganut agama yang menuntut penghindaran alkohol, narkoba dan perjudian juga telah memainkan peran positif dalam kehidupan mereka. []riza