Sebut Takbir Ciri Teroris, Komisi III DPR Desak Kapolri Copot Jabatan Kapolres Dharmasraya

romo syafii

Mediaumat.news – Sebut takbir sebagai ciri-ciri teroris, Anggota Komisi III Muhammad “Romo” Syafii mendesak Kapolri untuk mencopot jabatan Kapolres Dharmasraya AKBP Roedy Yoelianto.

“Saya minta kepada Kapolri untuk segera mencopat Kapolres yang tidak memahami hukum ini dari jabatannya,” ujar anggota dewan yang menangani masalah hukum, hak asasi manusia, dan keamanan tersebut kepada mediaumat.news, Kamis (16/11/2017).

Menurut Romo, menyebut takbir sebagai ciri teroris merupakan “bukti bahwa selama ini yang dijadikan mainstream di benak Kapolres itu bahwa Islam itu teroris. Teroris itu Islam. Ini sebuah kesalahan yang sangat besar atau sebuah kebodohan dan lebih lagi ini mungkin sebagai alibi saja agar penembakan terhadap korban itu tidak lagi diproses secara hukum.”

Apalagi, lanjut Romo, Kapolri sendiri dalam desertasi pengukuhannya sebagai guru besar dan juga diulanginya ketika dia menjadi tamu di PBB menyebut bahwa Islam bukan teroris dan teroris itu bukan Islam.

“Karena itu, untuk menjaga kondusifitas, sekaligus mengevaluasi kemampuan pimpinan polisi di tingkat kabupaten, Kapolri harus memberikan contoh yang tegas kepada mereka yang sangat keliru memahami teroris ini, harus diberhentikan dari jabatannya,” Romo kembali menegaskan.

Upaya Melemahkan Islam

Menurut Romo, istilah teroris lahir dari konspirasi internasional dari negara-negara yang ingin menguasai (1) berbagai sumber daya alam, (2) tempat-tempat pemasaran produk dan (3) tempat-tempat pemukiman baru yang potensial.  Ketiga-tiganya ini terdapat di negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam.

Untuk mendapatkan itu semua, negara-negara adikuasa ini berupaya melemahkan rakyat dari negara yang ingin dikuasainya itu dengan berbagai macam teori, dengan berbagai macam konstruksi atau dengan berbagai macam desain.

“Dengan cara-cara itu mereka seperti mendapat legitimasi untuk membantai penduduk negara yang bersangkutan dengan mendapatkan dukungan bukan hanya dari negara-negara yang memiliki kepentingan yang sama bahkan dari pemerintah dan rakyat dari negara yang dibunuhi itu, yang dibasminya itu,” beber Romo.

Agar dapat dukungan yang luas seperti itu, orang Islam yang dibantai itu disebutlah sebagai teroris.  “Jadi sebutan yang paling pas untuk itu  hari ini mereka sebut dengan istilah teroris,” ungkapnya.

Makanya tidak aneh bila pelaku kriminalnya bukan orang Islam tidak disebut teroris tetapi hanya disebut kelompok kriminal bersenjata (KKB). “Karena itu, kalau ada yang melakukan tindakan serupa seperti yang dilakukan umat Islam tidak disebut teroris, tapi kalau yang melakukannya umat Islam disebut teroris,” ujar Romo.

Karena memang itu bagian dari upaya melemahkan Islam. “Ini semua terkait dengan kebijakan-kebijakan yang muaranya bagaimana agar dapat melemahkan gerakan-gerakan umat Islam. Seperti Perppu Ormas yang kemudian sudah disahkan menjadi UU Keormasan itu bagian dari rangkaian desain yang sama untuk melemahkan gerakan-gerakan keislaman,” bebernya.

Romo pun kembali menegaskan itu semua merupakan bagian dari upaya yang sistematis untuk melemahkan Islam. “Karena kita membaca buku Perang Peradaban karya Samuel Huntington. Ketika perang dingin antara Barat (kapitalis) dengan Timur (komunis) berakhir maka Islamlah yang dianggap sebagai musuh Barat, yang memang moncong senapan itu diarahkan kepada umat Islam,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo

Share artikel ini: