Sebut Khilafah Bukan Sistem Terbaik karena Terbunuhnya Khalifah, Islah Bahrawi Gagal Paham

Mediaumat.info – Tulisan Islah Bahrawi yang mengaitkan antara ucapan Presiden Prabowo dengan tulisan dalam buletin Kaffah dengan memberikan argumen tentang pembunuhan yang dialami oleh para khalifah dengan maksud bahwa peristiwa pembunuhan itu menunjukkan khilafah bukan sistem terbaik, dinilai gagal paham (logical fallacy).

“Dari argumentasi ini pulalah Islah mengalami gagal paham atau bisa juga dikatakan semacam logical fallacy,” ujar Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra kepada media-umat.info, Senin (16/12/2024).

Menurut Ahmad, mengaitkan antara terbunuhnya khalifah dengan penilaian buruk atas sistem khilafah adalah kesalahan fatal. Dikarenakan berbeda antara peristiwa pembunuhan yang tentu saja ada sebabnya dengan khilafah sebagai sebuah sistem dan bagian dari ajaran Islam.

“Islah tidak bisa membedakan antara peristiwa dan sistem. Apakah jika ada seorang Muslim terbunuh artinya Islamnya buruk? Apakah jika ada khalifah terbunuh, berarti khilafahnya buruk? Apakah jika ada para nabi terbunuh, lantas Islamnya buruk?” ucap Ahmad.

Ahmad membeberkan, dalam Al-Qur’an ada para nabi yang terbunuh yang dikabarkan oleh Allah. Tentu saja dibunuh oleh orang-orang jahat. Ada beberapa firman Allah tentang terbunuhnya para nabi. Al-Qur’an menyebutkan secara umum bahwa ada nabi dan rasul yang dibunuh oleh umat mereka, tanpa menyebutkan nama-nama mereka secara spesifik. Begitu juga saat Rasulullah SAW dimusuhi oleh orang-orang kafir Quraisy. Ia mempertanyakan, apakah Islah juga akan mengatakan bahwa Islam yang dibawa Rasulullah itu buruk.

“Inilah logical fallacy pertama yang terdapat dalam tulisan Islah menanggapi isi buletin Kaffah tentang subbab khilafah sistem terbaik dan bagian dari ajaran Islam,” sebutnya.

Terkait tulisan Islah yang mengatakan bahwa gara-gara dalam milad Muhammadiyah Prabowo mengatakan kagum terhadap Imperium Ottoman, orang-orang eks HTI makin kencang mengatakan khilafah adalah ajaran terbaik juga merupakan narasi yang tidak punya dasar sama sekali, kecuali hanya sebuah narasi emosional belaka. Menurut Ahmad, pemilihan diksi eks HTI oleh Islah cenderung bernada emosional dibandingkan intelektual. Sebab jika intelektual, mestinya fokus kepada gagasan, bukan identitas.

Terakhir, Ahmad melihat, pada faktanya dakwah khilafah sebagai ajaran Islam terus digaungkan, bahkan meskipun banyak penentangnya sekalipun. Jika mau membaca lebih teliti lagi, maka apa yang ditulis oleh buletin Kaffah ingin mengingatkan bahwa seorang Muslim jangan hanya terbatas mengagumi khilafah ajaran Islam, namun juga berusaha untuk memperjuangkannya.

“Islah dalam hal ini nampaknya kurang jeli, mungkin sedang buru-buru,” pungkas Ahmad.[] Agung Sumartono

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: