Mediaumat.news – Pencabutan limbah penyulingan sawit (spent bleaching earth/SBE) dengan kode limbah M108 dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dinilai Aktivis ‘98 Agung Wisnuwardana sebagai akibat dari sistem demokrasi yang diterapkan di negeri ini yang berpihak pada oligarki.
“Demokrasi ini memang sejak dari awal, menurut pandangan Jeffrey Winters, akan melahirkan secara perlahan mereka yang memiliki power material kuat, dia akhirnya mengendalikan semua keputusan politik. Dalam konteks sekarang, demokrasi itu selalu oligarki,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Rabu (17/3/2021).
Agung mengungkap pula pandangan pihak yang lain yang menyebut demokrasi itu kleptokrasi. “Kleptokrasi itu ibaratnya sistem perampokan. Dan hari ini memang terjadi kan? Bagaimana dengan demokrasi wakil rakyat itu mewakili bukan rakyat. Rakyat itu hanya dijadikan sebagai pemilih, sementara kepentingan rakyat tidak dipedulikan. Yang dipedulikan hanyalah kepentingan para oligarki,” ujarnya.
Ia menilai sistem demokrasi melalui DPR yang seharusnya menjadi wakil rakyat telah menghasilkan UU Omnibus Law yang menjadi buhul masalah sekarang ini. UU ini menimbulkan banyak persoalan baik terkait dengan lingkungan hidup dan buruh murah maupun masalah-masalah izin pengusaha yang dimudahkan termasuk juga alih fungsi lahan yang semakin cepat.
“Dan inilah yang agak aneh kan? Sebenarnya DPR ini mewakili siapa? Mewakili rakyat atau mewakili para pengusaha? Kita tahu bahwa tuntutan desakan SBE ini dijadikan non B3 ini kan dari para pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI). Mereka itu memang para oligarki. Para pemilik modal yang mengendalikan semua proses politik dan ekonomi di negeri ini,” ungkapnya.
Menurutnya, dikategorikannya limbah SBE dari B3 menjadi non B3 adalah hasil dari PP No. 22 tahun 2021. “PP ini mengubah PP No 101 tahun 2014. PP ini memang turunan dari UU Omnibus Law. UU Omnibus Law inilah yang memberikan peluang karpet merah kepada masuknya investasi sebesar-besarnya untuk negeri ini dengan mereduksi lingkungan hidup dan memberikan peluang tenaga kerja murah atau buruh murah. Inilah yang menyebabkan kemudian banyak aturan dilonggarkan demi masuknya investasi salah satunya terkait dengan urusan limbah ini,” bebernya.
Ia menilai selama ini memang menjadi titik kritis industri sawit banyak di tolak di Eropa karena dianggap sebagai hasil dari sebuah proses yang tidak peduli lingkungan hidup sehingga ketika ada penutupan ekspor sawit maka harus ada hilirisasi sawit.
“Hilirisasi sawit ini salah satunya adalah pengembangan investasi untuk pembuatan minyak nabati dengan basis dari minyak sawit. Di sinilah kemudian investasi itu melalui UU Omnibus Law dibuka lebar-lebar. Salah satu yang menghambat investasi itu memang terkait pengolahan SBE ini di tengah karut-marut demokrasi kita yang moral hazard-nya begitu tinggi,” tandasnya.
Sekali lagi ia tegaskan bahwa demokrasi pasti akan melahirkan seperti itu. “Demokrasi akan melahirkan oligarki dan demokrasi hanya melahirkan kleptokrasi,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it