Saudia Arabia: Apakah Berada di Jalan ‘Kemajuan’?

 Saudia Arabia: Apakah Berada di Jalan ‘Kemajuan’?

Banyak pembicaraan yang dilakukan tentang perubahan politik dan sosial di Kerajaan Arab Saudi (KSA) dalam beberapa bulan terakhir. Berikut adalah beberapa pernyataan yang patut direnungkan:

1. Terjadi penangkapan terhadap banyak pangeran, para pengusaha berpengaruh dan orang-orang berpengaruh lainnya dalam beberapa pekan terakhir dengan dalih memerangi korupsi. Motif utama di balik itu adalah agar Putra Mahkota Muhammad bin Salman bisa mengkonsolidasikan kekuatan dan menyingkirkan rintangan saat dia naik takhta. Seluruh kejadian ini menggarisbawahi kenyataan bahwa penguasa KSA tidak lain adalah bisnis keluarga.

Isu otoritas dan kekuasaan dalam Islam sudah jelas. Ini bukanlah hak suatu suku, partai atau kelompok kepentingan tertentu. Islam telah memberikan umat, suatu otoritas untuk menunjuk seorang Pemimpin melalui pilihan dan persetujuan bagi mereka yang memenuhi kriteria kepemimpinan dalam Islam. Proses ini dikenal dengan proses bai’ah yang dijelaskan secara terperinci dalam Sunnah Rasulullah Saw. Dan melalui penunjukan Khulafa Al Rashida.
Hal ini diriwayatkan oleh ‘Ubadah bin Tsamit yang mengatakan:

“Kami memberikan bai’ah kepada Rasulullah Saw bahwa kami mendengarkan dan mematuhi apa pun yang menyenangkan dan membenci kami” (hadis ini ), dan juga hadis dari Jarir Bin ‘Abd Allah yang mengatakan

“Kami memberikan ikrar kesetiaan kepada Rasulullah Saw untuk mendengarkan dan mematuhi”,

Dengan demikian, janji (baiat) berasal dari kaum Muslim kepada Khalifah dan bukan dari Khalifah kepada kaum Muslimin. Jadi mereka adalah orang-orang yang memberinya janji atau menetapkannya sebagai penguasa atas mereka, dan apa yang terjadi dengan Khulafau Rasyidin adalah bahwa mereka hanya mengambil baiat kesetiaan dari umat, dan mereka tidak menjadi para Khalifah kecuali dengan janji ummat kepada mereka.

2. Menyerukan Islam moderat, masyarakat yang liberal dan terbuka sekarang menjadi agenda dalam Kerajaan Arab Saudi (KSA). Ada tekanan besar yang diterapkan pada KSA oleh Barat untuk mewujudkan reformasi, yang memungkinkan hak-hak yang lebih besar bagi kaum perempuan, menyingkirkan kaum ‘puritan ‘ Wahabi yang memiliki pemahaman Islam yang tampaknya merupakan penyebab terorisme dan ekstremisme. Sekarang di KSA, ada rencana untuk mereformasi kurikulum pendidikan Islam, membangun tempat-tempat peristirahatan resor, tempat-tempat hiburan dan pariwisata dengan dalih ‘keragaman,’ ‘keterbukaan’ dan’ Islam moderat. ‘

Sebenarnya, KSA bukanlah model masyarakat Islam yang mapan. Sebaliknya, kerajaan itu didirikan dengan dukungan kaum kolonialis Inggris dengan kolaborasi kerajaan keluarga Saud sementara Islam digunakan sebagai alat untuk menjaga kekuasaan kerajaan Saud dan untuk menjaga agar penduduk tetap setia dan taat. Seruan baru-baru ini kepada Islam moderat dan reformasi adalah bagian dari agenda yang lebih luas untuk mengekang kebangkitan Islam di manapun di dunia Muslim dengan mempromosikan Islam versi sekuler dan liberal yang akan dapat mempertahankan status quo saat ini. Jika KSA – tempat kelahiran Islam – bisa sepenuhnya menjadi sekuler dan liberal maka hal itu akan menjadi kemenangan besar bagi barat.

Sebelum melompat kepada seruan untuk liberalisme dan reformasi, penduduk harus secara jujur merefleksikan akibat dari nilai-nilai ini di barat. Nilai-nilai ini telah menciptakan problema politik, sosial dan ekonomi yang endemik. Tidak seharipun yang berlalu dimana kita tidak melihat terjadinya kerusakan seksual, sosial dan politik pada masyarakat barat. Pada saat yang sama, solusinya bukan untuk menancapkan tradisi korupsi dan praktik kesukuan yang menimpa KSA.

Satu-satunya nilai yang harus dipromosikan adalah nilai-nilai Islam yang diturunkan dari Quran dan Sunnah. Hanya nilai-nilai Islam saja yang dapat menciptakan masyarakat yang harmonis dan sejahtera dimana sejarah Islam membuktikan keberhasilannya.

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit [Terjemahan Quran Surat 20: 124]

3. Proyek NEOM dan upaya diversifikasi ekonomi dari minyak merupakan bagian dari Visi 2030. Proyek NEOM, sebuah kota yang diusulkan untuk dibangun di pantai Laut Merah, yang menuju ke Arab Saudi, Mesir, dan Yordania, dimaksudkan untuk menjadi pusat utama munculnya teknologi dan pembangunan perkotaan.
Namun, tidak ada jaminan bahwa lokasinya akan memastikan keunggulan kompetitif dibandingkan pusat komersial lainnya seperti Dubai dan Singapura atau melebihi pusat-pusat manufaktur yang telah maju di Asia, Eropa, dan Amerika Utara.

Bagaimanapun, NEOM bukanlah megacity Arab Saudi modern pertama yang dicoba untuk dibangun dalam dekade terakhir. Pemerintah Saudi memulai pembangunan King Abdullah Economic City di luar Jeddah di pesisir Laut Merah pada tahun 2005 dengan biaya awal sebesar $ 100 miliar. Saat ini, masih dalam proses pembangunan dan membutuhkan lagi miliaran dolar untuk menyelesaikannya, setelah mengalami beberapa kali perubahan pada rencana awalnya sejak pembangunan dimulai.

Inisiatif ini dengan tidak memiliki  landasan rencana ekonomi dan tidak akan banyak membantu untuk mewujudkan masa depan ekonomi yang berkelanjutan dan independen dalam jangka panjang. Proyek-proyek ini dan yang semacamnya akan semakin menciptakan ketergantungan pada perusahaan-perusahaan barat, negara-negara dan lembaga-lembaga yang memiliki kendali atas sumber daya Arab Saudi. Meniru kapitalisme model negara barat yang berbasis ekonomi bukanlah solusi bagi masa depan ekonomi KSA.

Islam memiliki model ekonomi alternatif yang lengkap dengan menjamin kebutuhan setiap individu, peredaran kekayaan, sistem perpajakan yang maju dan adil, dan sarana kepemilikan yang jelas. Selain itu, sistem ekonomi Islam didasarkan pada industrialisasi dan rencana pertanian yang kuat yang akan memungkinkan negara dan masyarakat untuk mencapai kebutuhannya tanpa perlu menjadi belas kasihan perusahaan-perusahaan multinasional dan lembaga-lembaga asing. Lihatlah KSA, meski memiliki kekayaan yang berlimpah namun negara itu masih tergantung pada manufaktur, senjata, keahlian, dan bakat dari barat. Semua ini karena kurangnya visi yang lengkap tentang bagaimana mengelola negara dan masyarakat.

4. Kebijakan luar negeri KSA tidak lain hanyalah sebuah bencana. Dari perang di Yaman, blokade Qatar, isu Palestina hingga perannya pada konflik Suriah, dapat dilihat bahwa negara itu bergerak dalam lingkup pengaruh Amerika. KSA memainkan perannya dalam arsitektur politik Amerika di Timur Tengah, yang mempertahankan hegemoni Amerika dengan mengorbankan peperangan, konflik, dan penderitaan kaum Muslim. Sebenarnya, semua rezim di dunia Muslim saat ini juga serupa. Mereka tidak memiliki kemauan politik untuk bertindak atas nama penduduk yang ada di wilayah tersebut dan mereka hanya memotivasi keuntungan pribadi dan untuk memenuhi agenda kekuatan kaum penjajah.

Islam mengamanatkan urusan dalam dan luar negeri harus independen terhadap pengaruh dan kontrol orang-orang kafir. Tidak boleh membuat aliansi dan hubungan dengan kekuatan asing jika hal itu mengarah kepada kompromi terhadap kemerdekaan negara.

“Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman.” [Terjemahan QS 4: 141]

Kebijakan luar negeri Islam berdasarkan pada mengemban dakwah Islam dan apa yang menjadi kepentingan warganya. Dalam kerangka inilah semua hubungan dibentuk dengan negara-negara lain baik itu kebijakan diplomatik, budaya, ekonomi dan bahkan peperangan.

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik membencinya.” [Terjemahan QS 61:9]

Abu Yusuf

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *