Saudi Isyaratkan Normalisasi dengan Israel, Pengamat: Ini Pengkhianatan Terbuka terhadap Kaum Muslimin

Mediaumat.news – Rencana normalisasi Arab Saudi dengan Israel dinilai Pengamat Politik Internasional Farid Wadjdi sebagai bentuk pengkhianatan terbuka kepada kaum Muslimin.

“Ini tentu saja merupakan pengkhianatan terbuka penguasa-penguasa Arab terhadap Palestina, umat Islam dan kaum Muslimin secara keseluruhan,” tuturnya dalam acara Kabar Malam, Senin (19/10/2020) di kanal YouTube Khilafah Channel.

Menurutnya, selama ini pengkhianatan itu sudah berlangsung yaitu dengan diamnya mereka terhadap penjajahan Yahudi ini. Mereka tidak melakukan tindakan yang nyata untuk membebaskan Palestina. Dan pengkhianatan itu sekarang mereka lakukan lebih terbuka lagi.

“Seperti yang dikatakan seorang jurnalis Al-Jazirah. Apa yang dia katakan bahwa sebenarnya hubungan Arab dengan Yahudi selama ini sudah terjadi yaitu hubungan di luar nikah. Tapi kemudian dengan normalisasi mereka kemudian mengikrarkan bahwa hubungan mereka itu menjadi hubungan yang resmi,” ujarnya.

Ia menilai pengkhianatan itu sudah berlangsung selama ini. Berkali-kali pihak Israel mengatakan ada kontak-kontak antara rezim Saudi dengan pihak Yahudi meskipun ini tidak pernah diungkap oleh Arab Saudi.

“Karena itu, sekali lagi kita tegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh penguasa Arab itu adalah pengkhianatan yang itu merupakan langkah-langkah yang akan mengubur kekuasaan mereka sendiri,” tegasnya.

Farid mengingatkan apabila mereka berharap kepada Amerika, itu seperti bergantung kepada sarang laba-laba yang sangat rapuh. “Karena Amerika sekarang ini juga sedang mengalami krisis yang amat dahsyat. Dan Amerika dalam kebijakan politik luar negerinya sering kali bersikap pragmatis,” ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjut Farid, kalau Muhammad bin Salman (MBS) beranggapan bahwa dia melakukan hubungan ini akan di-back-up penuh Amerika, itu adalah suatu kekeliruan. Karena Amerika itu nanti akan menilai bagaimana nanti gejolak yang ada di Saudi. “Kalau rakyat Saudi, apalagi tuntutan umat Islam untuk menjatuhkan MBS, maka sikap Amerika akan berubah. Dia kemudian akan mendukung rezim berikutnya yang diharapkan akan bisa dikontrol Amerika lagi,” terangnya.

Pengakuan Eksistensi Yahudi

Menurut Farid, normalisasi ini adalah pengakuan terhadap keberadaan atau eksistensi negara penjajah Yahudi. Dan inilah yang paling dibutuhkan oleh Israel sekarang yaitu pengakuan mereka sebagai sebuah negara. “Dan pengakuan yang sangat mereka harapkan itu, tentulah pengakuan dari negeri-negeri Islam,” ujarnya.

Ia menilai karena pengakuan itu, pertama, tentu akan lebih memudahkan baginya secara terbuka melakukan hubungan diplomatik dan hubungan ekonomi dengan negeri-negeri Islam terutama yang ada di sekitar Palestina. “Itu sangat dibutuhkan oleh entitas Yahudi ini untuk kepentingan ekonominya. Secara ekonomi ini sangat menguntungkan Israel,” terangnya.

Kedua, dengan normalisasi ini berarti pengakuan terhadap penjajah Yahudi. Ini kemudian menjadi legitimasi yang kuat bagi negara penjajah Yahudi untuk melakukan apapun yang dia kategorikan sebagai ancaman terhadap negaranya dan ancaman terhadap perdamaian sehingga dengan normalisasi ini akan memberikan legitimasi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh penjajah Yahudi selama ini.

“Mereka akan dengan gampang mengatakan kami sebuah negara, penting untuk menjaga perdamaian. Kami sebuah negara, penting untuk menjaga keamanan kami. Maka, apa yang dilakukan oleh penjajah Yahudi ini dengan melakukan serangan-serangan terhadap Palestina itu akan dilegalkan dengan pengakuan terhadap penjajah Yahudi ini. Mereka akan menggunakan ‘serangan sebelum diserang’ kemudian melakukan legitimasi terhadap kejahatan-kejahatan mereka. Dan inilah dampak yang sangat besar ketika normalisasi terhadap Yahudi ini dilakukan,” bebernya.

Tanah Kharaj

Ia menilai bahwa tanah Palestina itu bukanlah tanah milik Hamas, bukanlah tanah milik Fattah tapi tanah milik kaum Muslimin yang dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. “Tanah Palestina adalah tanah kharaj sampai kapan pun. Oleh karena itu, tidak ada satu pun institusi, organisasi yang sesungguhnya bisa mewakili Palestina dalam melakukan hubungan apa pun dengan pihak luar Palestina,” ujarnya.

Karena ini adalah tanah kaum Muslimin, menurutnya, tidak mengherankan ketika Sultan Abdul Hamid didatangi Theodore Herzl yang ingin membeli tanah Palestina. Bahkan mengatakan akan membayar utang Kesultanan Utsmaniyah pada masa itu.

“Tapi, Sultan Abdul Hamid dengan sangat tegas mengatakan tanah itu bukan miliknya. Tanah itu adalah milik umat Islam. Selama dia masih menjadi penguasa negeri Islam, dia tidak akan memberikan satu inci pun dari tanah Palestina kepada zionis Yahudi,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: