Mediaumat.news – Pemecatan 100 imam dan pengkhotbah di masjid-masjid Makkah dan Al-Qassim karena tidak mau mengutuk Ikhwanul Muslimin (IM) sebagai kelompok teroris dinilai sebagai bentuk ketakutan rezim represif dan Barat.
“Intinya kenapa Arab Saudi menjadikan kelompok IM sebagai kelompok teroris, karena IM sebagai ancaman penguasa-penguasa Timur Tengah. Dan ini persepsi yang dibangun oleh Arab Saudi dan Mesir,” ujar Pengamat Politik Internasional Farid Wajdi kepada Mediaumat.news, Selasa (22/12/2020).
Berkaca pada pengalaman Arab Spring ketika terjadi pergolakan melawan rezim-rezim yang represif di Timur Tengah, Farid menyebut, gerakan IM menjadi gerakan yang paling populer hampir di sebagian besar daerah pergolakan seperti Mesir dan Tunisia. Inilah yang sangat dikhawatirkan oleh rezim-rezim represif di Timur Tengah.
“Kelompok yang memiliki jaringan yang sangat kuat di Timur Tengah dan pengaruhnya sangat besar salah satunya adalah IM,” ucapnya.
Menurut Farid, walaupun sesungguhnya dari pengalaman yang dilakukan kelompok tersebut di Mesir dan Tunisia sudah menampilkan wajah yang moderat, dengan menggunakan idiom-idiom demokrasi. Tapi bagi rezim represif di Timur Tengah perubahan ke arah demokrasi juga mengkhawatirkan mereka. Karena akan ada kebebasan berpendapat, ada kebebasan mengkritik, penjagaan terhadap HAM, dan itu akan mengganggu kepentingan rezim represif tersebut.
“Apalagi perubahan ke arah Islam, maka karena itulah kelompok IM ini berusaha dijadikan musuh bersama,” bebernya.
Farid menilai, negara-negara Barat juga sangat kuatir terhadap kebangkitan IM walaupun IM sudah berusaha menampilkan wajah yang moderat dengan idiom demokrasinya, tapi bagi Barat IM masih memiliki potensi memberikan situasi yang kondusif bagi munculnya gerakan-gerakan Islam.
“Dijadikannya IM sebagai kelompok teroris oleh Arab Saudi sesungguhnya di belakang itu adalah kepentingan Barat,” ungkapnya.
Kata Farid, bagi Barat membendung kekuatan politik Islam di Timur Tengah akan mereka lakukan apa pun caranya. Saat era Presiden Mursi di Mesir Barat sudah cukup kuatir karena di masa tersebut ada keterbukaan dengan munculnya dai-dai yang menyerukan syariah-khilafah, masjid-masjid juga sudah ada yang menyerukan khilafah, bahkan di televisi juga sudah muncul kajian tentang syariah – khilafah. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya di era Husni Mubarak atau pun Anwar Sadat.
“Jadi bagi Barat tawaran demokrasi di Timur Tengah juga mengkhawatirkan bagi mereka gitu ya. Maka tidak mengherankan Barat tetap mendukung rezim-rezim represif di Timur Tengah,” pungkasnya.[] Agung Sumartono