Sarasehan Tokoh Lamongan Bahas 101 Tahun Tanpa Khilafah
Sarasehan Tokoh yang ke 11 dilaksanakan secara online pada hari Kamis 17 Februari 2022 jam 20.00-22.00 dengan mengambil tema “101 Tahun Tanpa Khilafah” dengan Nara Sumber KH. MUDHOFIR (Pengasuh MTI Mafatihul Khoiri Lamongan) dan Ust. Fathur Rohman (Pengasuh MTI Darul Falah Lamongan)
Acara diawali dengan pembukaan oleh Host Bang Jakfar kemudian dirangkai dengan lantuan ayat suci Al Quran oleh Ust Edi Sudarmo kemudian langsung acara inti sarasehan tokoh dalam bentuk Talk Show yang beberapa petikan penting dapat kami rangkum sebagai berikut:
Apa yang disebut Khilafah dan bagaimana para ulama memandang? K.H Mudhofir menjawab, “ Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim untuk menerapkan syariat Islam di dalam negeri dan mendakwahkannya ke luar negeri. Seluruh ulama sepakat tentang wajibnya Khilafah, termasuk kalangan ulama dari kalangan ahlu sunnah wal jama’ah. Misalnya:
- Imam al-Juwaini, “Imamah (khilafah) adalah kepemimpinan menyeluruh serta kepemimpinan yang berhubungan dengan urusan khusus dan umum dalam kaitannya dengan kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia” (al-Juwaini, Ghiyats al-Umam hal: 5)
- “Khilafah membawa semua urusan kepada apa yang dikehendaki oleh pandangan dan pendapat syar’I tentang berbagai kemaslahatan akhirat dan dunia yang rojih bagi kaum Muslim. Sebab, seluruh keadaan dunia, penilaiannya harus merujuk kepada asy-Syari’ (Allah SWT) agar dapat dipandang sebagai kemaslahatan akhirat. Jadi Khilafah, pada hakikatnya adalah Khilafah dari Shahib asy-Syari’, yang digunakan untuk memelihara agama dan mengatur urusan dunia” (Ibn Khaldun, Muqaddimah hlm: 190)
- “Jumhur ulama telah bersepakat bahwa wajib ada seorang imam (khalifah) yang menegakan sholat jumat, mengatur para jamaah, melaksanakan hudud, mengumpulkan harta dari orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin, menjaga perbatasan, menyelesaikan perselisihan di antara manusia dengan hakim-hakim yang diangkatnya, menyatukan kalimat (pendapat) umat. menerapkan hukum-hukum syariah, mempersatukan golongan-golongan yang bercerai-berai, menyelesaikan berbagai problem, dan mewujudkan masyarakat yang utama” (Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah hal: 88)
- “Khilafah merupakan kedudukan agama terpenting dan selalu diperhatikan oleh kaum Muslimin. Syariah Islam telah menetapkan bahwa mendirikan Khilafah adalah satu kewajiban mendasar di antara kewajiban-kewajiban agama. Bahkan dia adalah kewajiban terbesar (al-Fardh al-A’zham). Sebab, padanyalah bertumpu/bergantung pelaksanaan seluruh kewajiban lainnya” (ar-Rais, al-Islam wa al-Khilafah hal: 99)
- “Para ulama telah sepakat bahwa imamah (Khilafah) adalah fardlu dan adanya imam merupakan keniscayaan; kecuali sekte an-Najadat (al-Khawarij) – pendapat mereka sesungguhnya telah menyalahi ijma’ “(Imam al-Hafizh Muhamad Ali bin Hazm al-Andalusi azh-Zhahiri, Maratib al-Ijma’ hal: 1/124). Pernyataan Ibn Hazm di atas juga dikuatkan oleh Imam asy-Syaukani, Nayl al-Awthar Syarh Muntaqa al-Akhbar, XIII/290
- “Mewujudkan Imamah (Khilafah) adalah fardlu kifayah, sebagaimana peradilan” (Imam al-Hafidz abu Yahya Zakaria al-Anshori, Fath al-Wahab bi Syarhi Minhaj ath-Thullab, II/268)
- Pendapat senada juga terdapat dalam beberapa kitab lain, di antaranya: Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfadz al-Minhaj (XVI/287); Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj (XXXIV/159); Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj (XXV/419); Hasyiyah Qalyubi wa ‘Umayrah (XV/102)
- Kemudian Host beraleh ke Ust Fathur Rohman, Mungkinkah menerapkan syariat Islam tanpa Khilafah dan bagaimana Khilafah mempersatukan umat yang sudah tersekat-sekat nasionalisme dan nation state?
Beliau menjelaskan, “Kalau bersifat individual atau kelompok mungkin saja. Misalnya, shalat, shaum, dan lain-lain bisa dilakukan tanpa perlu menunggu adanya Khilafah. Tapi, bersatunya kaum mukmin, pembelaan terhadap umat Islam yang dibantai, mengambil lagi harta kekayaan yang dirampas negara penjajah, menyediakan kebutuhan pokok, menjamin kesehatan dan pendidikan warga, dan lain-lain, mutlak memerlukan Khilafah. Sebab, kalau bukan Khilafah yang menjadi benteng (seperti kata Nabi), lalu apa? Jadi, penerapan Islam kaffah mengharuskan adanya Khilafah.
Dulu, berbagai kabilah di Jazirah Arab yang selama itu tidak pernah akur, dapat disatukan oleh Nabi dan para Khalifah sesudahnya.
Pertama, tanamkan kekuatan ruhiyah. Orang Arab tidak lebih baik dari non Arab; begitu juga sebaliknya. Jadi, siapapun siap bersatu dengan dipimpin oleh siapapun. Kalau selama ini suku-suku di Indonesia siap dipimpin oleh orang dari Jawa, semestinya siap juga dipimpin oleh bangsa apapun dan memimpin bangsa apapun.
Kedua, secara realitas, dunia makin menjadi dusun kecil. Istilah globalisasi telah menjadi kenyataan yang tidak dapat ditawar lagi. Dunia islam pun dalam kenyataannya ‘menyatu’ dalam sistem dunia. Mulai dari moneter, standar mata uang, hingga penanganan flu burung dilakukan secara global. Jadi, kenyataannya, dunia tengah menyatu. Karenanya, persoalannya bukan pada bersatunya, melainkan pada apakah kapitalisme global akan tetap dijadikan dasar akan kebersatuan dunia itu atau Islam dengan kekhilafahannya.
Ketiga, salah satu kewajiban kita adalah bersatu. Kaum Muskmin bersaudara laksana satu bangunan dan satu tubuh, dan haram berpecah belah. Bukankah Tuhan kita sama: Allah SWT; kitabnya sama: al-Quran; Rasulnya sama: Muhammad Saw; kiblatnya sama: Baitullah? Semua itu merupakan kekuatan ruhiyah yang akan menyatukan umat melewati batas-batas nasinalisme. Bila dengan alasan material Uni Eropa dapat bersatu, maka dengan alasan umat Islam adalah umat yang satu (ummah wahidah) semestinya umat Islam dapat bersatu melebihi mereka.
Bagaimana cara menuju tegaknya Khilafah? ( Kyai Mudhofir)
Jawab: Inti dari persoalan ini adalah kesadaran masyarakat. Masyarakat yang sadar akan kewajiban penerapan syariah dan menyatu dalam khilafah akan berupaya untuk mewujudkannya. Bila masyarakat ini didukung oleh ahlu quwwah (militer dan lain-lain), lalu memberikan kekuasaannya kepada pemimpin Islam untuk menjadi Khalifah, maka tidak ada siapapun yang dapat menghalanginya. Sebab, kekuasaan ada di datang rakyat. Hanya saja, memang negeri-negeri kaum Muslimin harus melepaskan diri dari kungkungan dan penjajahan negara-negara besar. Untuk itu, perlu ada upaya di tiap negeri Muslim untuk menggerakkan umat bersatu dalam Khilafah. Perlu gerakan TRANSNASIONAL.
Pada awalnya gerakan Khilafah Islamiyyah tetaplah merupakan sebuah unit negara. Proses berikutnya, dia akan mengembangkan wilayah dan pengaruhnya itu ke negara-negara lain yang penduduknya mendukung gagasan penyatuan negara mereka ke dalam Khilafah. Misalnya, khilafah berdiri tegak di Mesir, maka khalifah akan berusaha menyatukan wilayah disekitarnya, entah itu Libya, Sudan, Aljazair, Maroko, atau bahkan wilayah yang lebih jauh seperti Palestina, Syiria, Yordanisa, Irak, Iran, dan lain-lain.
Ada yang menilai konteks kekhilafahan ini tidak cocok bagi Negara setempat, bgm ini? Kyai Fatkhur
Jawab: Boleh saja siapapun memberikan pendapat itu. Tapi, justru kita harus mempertanyakan ketidakcocokan itu di mana? Inti dari Khilafah itu adalah syariah dan yang kedua adalah persatuan (ukhuwah). Syariah itu kita perjuangkan dengan keinginan mendalam untuk menggantikan Sekulerisme yang telah memimpin Indonesia selama 60-an; akan tetapi tidak memberikan apa-apa kecuali berbagai persoalan. Sementara persatuan bukan hanya kewajiban melainkan tuntutan fitrah manusia.
Kemudian Acara ditutup dengan doa yang dipimpin oleh K.H. Mudhorir memimnta keberkahan dan keselamatan untuk umat Islam dan diakhiri dengan doa kkifarul Majlis oleh Host Bang Jakfar.[]