Sampai Kapan!

Oleh: Ainun Dawaun Nufus (pengamat Sospol)

Dikabarkan 55 jurnalis mengalami luka-luka oleh serangan tentara Israel saat meliput unjuk rasa Jalur Gaza. Tahk hanya itu kematian Razan al-Najjar sebagai sukarelawan medis sekaligus menandai ke-119 jumlah korban yang telah dibunuh tentara Israel dalam aksi demonstrasi pekanan di Jalur Gaza. Pasca tertembak, Razan sempat dirujuk ke Rumah Sakit Gaza Eropa di Khan Younis, namun nyawanya tak tertolong dan meninggal di ruang operasi. Hal itu juga menunjukkan bagaimana Israel kerap kali membantai.

Siapa pun yang melihat Israel, perampas Palestina, dan dia tinggal berdekatan dengan para penguasa itu, pasti tahu persis keberlangsungan eksistensi penjajah ini. Sejumlah Resolusi DK PBB tidak pernah bisa manjur untuk menghentikan serangan Israel, bahkan sudah sangat banyak resolusi-resolusi tidak dilaksanakan oleh negara aggressor ini. AS tetap dan sekutunya tetap mendukung dan melindungi Israel walaupun telah dikeluarkan resolusi apapun dari DK PBB. Semuanya itu agar bisa memberikan kemudahan yang cukup bagi negara Israel untuk menumpahkan darah dalam serangan biadabnya terhadap Gaza hingga negara penjajah Israel itu bisa mewujudkan tujuannya.

Dunia telah melihat Gaza dan warganya berkali-kali diserang untuk diluluhlantakkan, dan darah-darah orang tak bersalah ditumpahkan. Sayangnya para penguasa di sekitar Israel tidak mampu untuk menggerakkan tentaranya untuk membantu Gaza; tidak juga melepaskan satu roket pun dari peluncurnya. Bahkan, lebih dari itu, di satu waktu mereka menghalang-halangi relawan untuk membantu Gaza. Ironisnya, mereka mengeluarkan sebuah resolusi yang menghalangi Gaza dari akses senjata dan faktor-faktor yang bisa menopang kekuatannya. Astaghfirullah, mengapa mereka sampai bisa berpaling seperti itu?

Sejarah telah mencatat berbagai diamnya bahkan pengkhianatan Para penguasa muslim sekitar Israel, diantaranya:

  1. Rezim penguasa negeri-negeri Teluk membiarkan tentara Amerika memasuki wilayah mereka dengan membangun pangkalan militer di Hijaz.
  2. Alih-alih membela sikap rakyat Palestina yang menentang keberadaan Negara Israel, Raja Yordania Abdullah malah menyerukan agar Pemerintah Persatuan Palestina yang baru harus mengakui Israel dan meninggalkan tindakan kekerasan bila ingin diakui.
  3. Saudi Arabia mengeluarkan fatwa tentang bolehnya berdamai dengan Israel yang secara tidak langsung merupakan pengakuan terhadap Negara Israel.
  4. Beberapa negara Arab dan negeri-negeri Islam lainnya secara terbuka atau diam-diam berhubungan dengan Israel.
  5. Dari sejarah diketahui Raja Abdullah (Transjordan), Raja Farauk (Mesir), memiliki hubungan yang erat dengan Inggris dan Amerika Serikat.
  6. Ayah Raja Abdullah, Sharif Husein, sebelumnya telah bersekutu dengan Inggris untuk memerangi Khilafah Usmaniah. Kakaknya, Faisal, sebelumnya memiliki hubungan dengan pemimpin Zionis Chaim Weisman. Pembentukan Negara Saudi Arabia tidak lepas dari campur tangan negara-negara Barat, dalam hal ini Inggris. Kerjasama ini telah dilakukan oleh Dinasti Saud (rezim keluarga Saudi Arabia) dengan Inggris sekitar tahun 1782-1810. Pada saat itu, Inggris membantu Dinasti Saud untuk memerangi Daulah Khilafah Islam. Dengan bantuan Inggris, Dinasti Saud berhasil menguasai beberapa wilayah Damaskus. Kerjasama Dinasti Saud dengan Inggris ini semakin jelas saat keduanya melakukan perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Dalam pernjanjian itu Inggris, yang diwakili oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas kemerdekaan lengkap dan mutlak Ibnu Saud, hubungan non agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Saud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di keemiran Teluk (George Lenczowsky, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, hlm 351).
  7. Pola-pola yang hampir mirip terjadi pada negara-negara Arab yang lain.
  8. Pembentukan Negara Kuwait tidak lepas dari pernjanjian Mubarak al-Sabah dengan Inggris pada tahun 1899. Dalam perjanjian itu ditetapkan Kuwait sebagai negara yang merdeka di bawah lindungan Inggris. Negara-negara Arab lainnya juga menjadi rebutan pengaruh negara-negara Besar yang sangat mempengaruhi independensi penguasa negara-negara tersebut.
  9. Negara Mesir dibentuk setelah terjadinya kudeta militer terhadap Raja Farauk (yang dekat dengan Inggris) oleh Gamel Abdul Nasser (yang kemudian banyak dipengaruhi oleh AS).
  10. Tak jauh beda dengan Libya. Libya dibentuk oleh Itali sebagai daerah koloninya pada tahun 1943. Setelah itu Libya menjadi rebutan negara-negara Barat. Terakhir, Raja Idris yang dekat dengan AS dikudeta oleh Khadafi (yang menamatkan pendidikannya di Inggris).
  11. Pengkhianatan negara-negara Arab juga telah menjadi penyebab dirampasnya dengan mudah tanah-tanah Palestina maupun negeri Arab lainnya oleh Israel tanpa ada perlawanan yang berarti. Direkayasa pula berbagai perang dengan Israel dengan berbagai tujuan antara lain untuk menunjukkan kehiraun rezim Arab tersebut terhadap Palestina. Padahal, kenyataan yang sebenarnya adalah pengkhianatan mereka terhadap Islam dan kaum Muslim. Sebenarnya tidak pernah terjadi perang yang habis-habisan. Empat perang yang pernah terjadi—1948, 1956, 1967, 1975—semuanya berakhir cepat dan dihentikan dengan intervensi Internasional. Wilayah kaum Muslim pun diserahkan kepada Israel dengan alasan kalah perang. Dalam perang tahun 1967, Raja Husein dari Yordania menyerahkan Tepi Barat Yordan kepada Israel tanpa berperang; Gamel Abdul Nasser menyerahkan Gurun Sinai dan Jalur Gaza; Hafedz Assad dari Suriah menyerahkan Dataran Tinggi Golan. Dari kekalahan perang yang direkayasa ini pun dibuat mitos bahwa Israel tidak akan pernah terkalahkan. Hal ini kemudian dijadikan legalisasi rezim-rezim Arab untuk tidak berperang terhadap Israel. Oleh sebab itu, seakan-akan perdamaian dengan Israel adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak. Padahal nyata-nyata tujuan dari berbagai perdamaian itu justru untuk mengokohkan keberadaan Negara Israel.

Palestina terus bersimbah darah. Rakyat Palestina berkali-kali meminta bantuan dan perlindungan kepada saudara-saudaranya sesama muslim. Sementara mereka kecewa ada begitu banyak penguasa muslim yang abai terhadap nasib mereka.

Namun siapa saja yang ingin menghancurkan entitas Negara perampas tanah dan mengembalikan Palestina secara utuh ke pangkuan negeri Islam, maka dia harus berjuang untuk mewujudkan seorang penguasa yang ikhlas, negara yang benar,. Sebab, seorang imam pemimpin) itu bagaikan perisai; orang-orang akan berjuang di belakangnya, dan kepadanya mereka berlindung, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw. Pada saat itulah, negara Israel itu tidak akan pernah lagi ada, bahkan kejahatan negara-negara kolonialis penjajah yang jauh lebih kuat dan digdaya ketimbang entitas Israel pun akan dicegah.

Share artikel ini: