Salamuddin Daeng: PLN Kena Jebakan Pukat Harimau

 Salamuddin Daeng: PLN Kena Jebakan Pukat Harimau

Mediaumat.id – Menanggapi kebijakan penyesuaian tarif listrik golongan atas, Peneliti pada Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng, menilai Perusahaan Listrik Negara (PLN) kena jebakan pukat harimau.

“PLN kena jebakan pukat harimau, diberi sedikit uang dengan kebijakan penyesuaian tarif, namun hasilnya segera disedot oleh bandar energi primer yang menguasai PLN,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Selasa (12/7/2022).

Ia menjelaskan, bandar energi yang dimaksud adalah para penjual batu bara. PLN memang harus punya uang dari hasil mendistribusikan listrik, tapi yang menikmati uangnya adalah bandar energi primer batu bara. Itulah hukum yang berlaku saat ini di sana.

“Bisnis energi primer batu bara adalah pusaran bisnis utama oligarki Indonesia. Siapa mereka? Sekelompok kecil elite yang sangat berkuasa, memiliki uang banyak, sanggup membiayai pembuatan UU, peraturan dan menempatkan pemimpin-pemimpin lokal. Untuk apa? Demi meraup uang yang makin besar. Dari mana? Dari uang rakyat, uang bank, uang APBN, uang perusahaan asuransi negara, uang belanja BUMN dan lain sebagainya,” paparnya.

Ia mengatakan, baru saja PLN menaikkan tarif, hanya kurang dari satu bulan berselang pemerintah melalui menteri keuangan dan Menteri ESDM menghapus batu bara sebagai domestic market obligation (DMO/ kewajiban penyerahan bagian kontraktor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri).

“Artinya apa? Harga batu bara akan diserahkan kepada mekanisme pasar. PLN harus membeli batu bara sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Kalau di saat harga DMO kemarin PLN membeli batu bara seharga 70 dolar Amerika Serikat (AS) per ton, maka sekarang harus mengikuti harga pasar. Berapa harganya berkisar antara 300 dolar AS sampai dengan 400 dolar AS per ton,” ujarnya.

Ia mempertanyakan, bagaimana pemerintah mau menghapus DMO, sementara itu telah diatur dalam UU Minerba? Hal ini masih dikaji, tapi peraturan sudah keluar duluan. Pemerintah akan mengikuti pola perdagangan sawit. Pemerintah akan membentuk BLU yang akan menjadi lembaga untuk memungut selisih harga jual DMO dengan harga pasar ekspor. Pungutan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan PMK PMK No.17/PMK.02/2022.

“Alasannya keadaan mendesak pemerintah lagi sangat butuh uang (BU) banget. Katanya hasil pungutan ini nantikan akan menjadi semacam subsidi untuk PLN. Lah utang subsidi dan kompensasi pemerintah di PLN aja masih segunung belum dibayar sampai sekarang. Lagi pula uang hasil pungutan sawit yang ratusan triliun itu ke mana larinya? Kok enggak berani transparan?” jelasnya.

Ia mengatakan, awal Juli lalu PLN bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan penyesuaian tarif golongan atas. Atau bahasa lainnya tarif listrik golongan atas dinaikkan dengan alasan demi menyelamatkan keuangan PLN. Tarif listrik yang dinaikkan adalah tarif golongan 3.500 Volt amphere (VA) ke atas. “Ya konon tarif itu untuk orang kaya, kelas tajir, kelompok orang yang banyak uang,” bebernya.

Ia mengungkapkan, selama pembangkit Batu bara masih merupakan 70 persen pembangkit existing, maka selama itulah uang akan mengalir ke pundi pundi pengusaha batu bara.

“PLN hanyalah tempat bakar batu bara mereka, tungku untuk memasak agar mereka bisa terus meraup untung. PLN tidak menikmati keuntungan dari usaha dan jerih payahnya. Lalu dari mana PLN dapat uang. Ya utang. PLN terus menimbun utang dan tak berhenti menimbun utang,” pungkasnya.[] Sri Astuti

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *