Said Didu: Indonesia Hanya Bisa Diselamatkan Pemimpin Bernyali

Mediaumat.id – Menanggapi permasalahan yang semakin kompleks di Indonesia, mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu mengatakan negara ini hanya bisa diselamatkan oleh pemimpin yang memiliki nyali.

“Saya katakan negara ini hanya bisa diselamatkan kalau pergantian rezim dari mental kacung kepada orang-orang yang bernyali,” ungkapnya dalam acara Seminar Nasional Kebangkitan Umat Islam: Merekat Kebersamaan untuk Menghadapi Tantangan Masa Depan, Ahad (28/5/2023) di kanal YouTube Refly Harun.

Ia pun menyebutkan alasannya mengapa harus pemimpin bernyali. “Kalau kita meninggalkan pemimpin-pemimpin tidak bernyali maka bangsa ini akan habis dijual,” jelasnya.

Pasalnya, terang Said Didu, rezim Joko Widodo telah mewariskan tujuh masalah besar yang tidak mungkin dapat diatasi oleh pemimpin tidak bernyali.

Pertama, utang negara. Menurutnya, Joko Widodo setiap harinya menambah utang sebesar Rp1,7 triliun, berbeda jauh di masa Soeharto (0,07 triliun per hari) dan masa Susilo Bambang Yudhoyono (0,37 triliun per hari).

“Itulah yang akan diterima presiden mana pun nanti, dan perkiraan saya utang kita ditambah BUMN kira-kira sampai 2024 mungkin sekitar 16-17 ribu triliun,” ungkapnya.

Kedua, kekuasaan oligarki. Said menilai rakyat hari ini bukan lagi sebagai penguasa, semua bisa dibayar dan dipecah belah.

Ketiga, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Menurutnya tidak tanggung-tanggung, kalau Soeharto 30 tahun baru berani memunculkan anaknya sebagai calon menteri, hari ini hanya tiga tahun sudah muncul anak dan menantu.

Keempat, infrastruktur yang mangkrak dan tidak layak. “Mangkrak dan tidak layak itu akan banyak sekali terjadi. Bandara, jalan tol, pelabuhan dan lain-lain akan kita terima dan akan mencicil utang tersebut,” bebernya.

Kelima,hancurnya kohesivitas sosial. Menurutnya, yang dipecah belah adalah umat Islam. “Siapa pun yang tidak menjilat penguasa maka dicap radikal, kadrun, teroris, itulah cap yang diberikan kepada orang-orang bukan penjilat,” jelasnya.

Keenam, kemiskinan dan ketimpangan sosial. Hari ini, menurutnya, ketimpangan antara miskin dan kaya sangat nyata. “Orang kaya makin kaya, orang miskin makin miskin dan datanya tidak bisa dibantah,” tegasnya.

Ketujuh, penjualan sumber daya alam. “Deputi Bank Indonesia menyatakan dia kaget ekspor naik tapi tidak ada dolar,” pungkasnya.[] Ade Sunandar

Share artikel ini: