Saatnya Indonesia Bertaubat Dengan Kembali Pada Tuntunan Ilahi
Oleh: Achmad Fathoni (Direktur el-Harokah Research Center)
Tercatat di sepanjang tahun 2018 Indonesia mengalami banyak terjadi bencana alam. Mulai dari gempa di Lombok NTB, Tsunami di Palu, hingga yang terbaru Tsunami Banten dan Lampung pada Sabtu (22/12/2018) malam lalu. Selain itu tercatat dari awal hingga akhir 2018 Indonesia juga banyak dilanda bencana alam lain seperti gempa, longsor, gunung meletus dan sebagainya. Mengutip dari laman resmi Badan Nasional Penanggulanagan Bencana (BNPB) tercatat hingga November 2018 telah terjadi 2.308 kejadian bencana yang menyebabkan 4.201 orang meninggal dunia dan hilang. Sementara 9.883.780 lainnya terdampak dan mengungsi akibat bencana alam tersebut. Selain itu bencana alam juga telah mengakibatkan 371.625 rumah mengalami kerusakan (http://www.tribunews.com/section/2018/12/24/kaleidoskop-2018-bencana-alam-di-indonesia-sepanjang-2018-tsunami-2-kali-hingga-banyak-gempa-bumi).
Di sela-sela berderet bencana alam tersebut, pada akhir bulan Oktober 2018 terjadi pula kecelakaan pesawat Lion Air di perairan Karawang, Jawa Barat, yang telah menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat yang mencapai ratusan korban jiwa. Selain kecelakaan pesawat tersebut, sebelumnya juga terjadi kecelakaan tenggelamnya Kapal Penumpang di Danau Toba, yang menelan korban jiwa dan harta benda yang sangat banyak. Tentu saja semuanya peristiwa itu sangat menorehkan duka yang sangat mendalam bagi keluarga korban khususnya dan seluruh elemen bangsa ini umumnya.
Di tengah kepedihan tersebut, masih ada banyak tragedi yang sangat patut disayangkan yang menimpa kaum muslimin. Di antaranya tragedi pembakaran bendera tauhid, saat peringatan hari santri Nasional di Garut, Jawa Barat oleh oknum salah satu ormas Islam. Yang akhirnya memicu reaksi keras dari umat Islam baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Yang akhirnya terakumulasi dengan aksi reuni 212 “Bela Tauhid” Ahad, 2/12/2018 di Monas yang dihadiri belasan juta massa. Selain itu upaya kriminalisasi terhadap ulama’ dan ajaran Islam masih terus berlangsung di negeri zamrut katulistiwa ini. Propaganda jahat anti syariat Islam oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dengan mudahnya terjadi di depan umat Islam yang menjadi penduduk mayoritas di negeri ini.
Dengan mencermati situasi dan kondisi terkini yang menimpa negeri dan bangsa ini, maka solusi yang mendesak dan harus segera dilakukan oleh semua elemen bangsa ini adalah taubatan nashuha (taubat yang sebenar-benarnya). Untuk mewujudkan hal itu, ada beberapa hal yang harus segera dipayakan secara sungguh-sungguh dan berkesinambungan, sebagai berikut.
Pertama, mewujudkan pribadi yang bertakwa pada semua elemen bangsa ini. Artinya setiap individu masyarakat dan para pemimpinnya senantiasa menjadikan setiap aktivitasnya adalah mewujudkan ketaatan kepada sang Khaliq, Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Menjadikan dunia sebagai sarana pengabdian hakiki untuk kebahagiaan negeri akhirat yang kekal abadi. Sebagaimana hadist riwayat dari Zaid bin Tsabit, yang telah mendengar Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah SWT akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina” (HR. Ahamad, dalam Musnadnya IV/183, Ibn Majah no. 4105, Ibnu Hibban dalam Mawariduzh Zham’ah no. 72, Al-Baihaqi VII/288).
Kedua, mewujudkan masyarakat yang senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak yang baik dan mencegah dari yang mungkar). Aktivitas tersebut harus senantiasa terwujud di tengah-tengah masyarakat. Karena dengan adanya amar ma’ruf nahi munkar kehidupan masyarakat akan terjaga sebagai masyarakat yang baik dan beradab, serta menjauhkan murka dari Allah SWT. Sebagaimana Sabda Nabi SAW, “Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh kalian (mempunyai dua pilihan, yaitu) melakukan amar ma’ruf nahi munkar, atau (jika tidak dilakukan) Allah akan mendatangkan siksa dari sisi-Nya yang akan menimpa kalian. Kemudian (jika hal itu tidak dilaksanakan) kalian berdo’a, maka (do’a itu) tidak akan dikabulkan”
Ketiga, mewujudkan pemimpin yang amanah dan berpihak kepada Islam dan kaum muslimin. Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang menjadikan hukum Allah SWT sebagai panduan dan pedoman dalam mengatur dan mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana peringatan Allah dalam Al-Qur’an, “Dan katakanlah, Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong” (QS. Al-Isra’ [17] : 80). Kekuasaan yang menolong menurut pendapat sebagian mufassir adalah perintah Alloh SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk berhijrah ke Madinah, untuk mewujudkan masyarakat dan negara yang berdasarkan syari’ah Islam. Dengan demikian, sudah saatnya umat Islam mewujudkan kepemimpinan Islam dalam sistem Khilafah Islamiyah yang dicontohkan Nabi SAW dan para shahabat setelahnya.
Keempat, menata kembali negeri dan bangsa ini dengan tatanan kehidupan yang berasal dari Yang Maha Sempurna, Allah SWT, yaitu menerapkan kembali sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan dalam naungan Negara Khilafah Rasyidah ‘alaa Minhaj an-Nubuwwah. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS. Al-A’raf [7] : 96). Peringatan Allah SWT dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa agar suatu negeri memperoleh keberkahan maka syaratnya adalah keimanan dan ketakwaan. Implementasi dari ketakwaan tersebut adalah melaksanakan tajul furudh (mahkota kewajiban) yaitu mewujudkan sistem Islam, khilafah Islamiyah, yang akan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Itulah kunci utama agar negeri dan bangsa ini memperoleh kebaikan dan kesehteraan hidup di dunia dan akhirat kelak. Wallahu a’lam.[]