Rupiah Anjlok, Respons Negatif Investor terhadap Tarif 32% Trump

Mediaumat.info – Anjloknya nilai tukar rupiah yang menyentuh angka Rp17.200 per US$1, menurut Peneliti Forum Analisis dan Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak, sebagai respons negatif para investor di pasar uang dan pasar saham terhadap kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menerapkan tarif 32% untuk produk Indonesia yang masuk ke wilayah hukum AS.

“Saya kira ini adalah respons para investor di pasar uang dan pasar saham, melihat bahwa kebijakan Trump yang menerapkan tarif sebesar 32% untuk Indonesia dan juga negara-negara di seluruh negara-negara yang menjadi mitra Amerika Serikat seperti Cina ya, direspon negatif,” tuturnya dalam Kabar Petang: Rupiah Ambruk, Industri Bangkrut, RI Darurat? di kanal YouTube Khilafah News, Senin (7/4/2025).

Sehingga, jelas Ishak, para pemilik modal di Indonesia termasuk di negara-negara lain itu, menarik dana mereka dalam bentuk obligasi ataupun dalam bentuk saham, untuk kembali diinvestasikan di aset-aset yang dianggap aman, dalam hal ini adalah US$ (dolar AS).

“Dan saya kira, tren ini yang terjadi di berbagai negara,” ujarnya.

Menurutnya, negara-negara Asia yang paling melemah (nilai tukar mata uangnya) itu adalah, Indonesia, dan diikuti oleh negara-negara seperti Filipina, dan juga Hongkong, dan Jepang. “Tapi, yang paling parah adalah Indonesia,” tandasnya.

Ia menilai, parahnya nilai tukar rupiah selalu terjadi karena nilai tukar rupiah fluktuatif, menggunakan mata uang kertas yang sangat dipengaruhi oleh sentimen di pasar keuangan, meskipun mungkin fundamental ekonomi (Indonesia) relatif stabil.

Ishak menggambarkan rentannya nilai tukar mata uang kertas termasuk rupiah di dalamnya, yang dipengaruhi oleh sentimen pasar, kendatipun fundamental ekonomi negara tersebut relatif stabil.

“Kalau di pasar keuangan ini bergejolak, misalnya ada krisis di Amerika Serikat, krisis ketidakpercayaan kepada pemerintah Amerika Serikat, ini rupiah, akan ikut terpengaruh. Demikian juga perang dagang antara Cina dengan Amerika Serikat, maupun Eropa dengan Amerika Serikat, maka Indonesia juga akan terdampak efeknya. Karena, sekali lagi, yang menguasai pasar saham atau pasar keuangan kita sekitar 40% itu, dipegang oleh investor asing,” paparnya.

Investor asing ini, jelas Ishak, sangat memengaruhi dinamika nilai tukar rupiah.

“Ketika mereka menarik dana-dana mereka, maka otomatis, investor lain juga ikut menarik dana mereka. Dan ini yang akan memberikan pengaruh pada nilai tukar rupiah, karena, semakin banyak rupiah yang dijual, kemudian ditukar dengan dolar, maka harga rupiah akan anjlok. Saya kira, ini menjadi sinyal yang buruk bagi perekonomian Indonesia,” pungkasnya.[] ‘Aziimatul Azka

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: