Ruh Ideologi Kapitalisme Adalah Penindasan
Oleh: Ilham Efendi (Direktur RIC)
Ideologi Kapitalisme telah membuat ideologi ini menganut prinsip menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Bagi negara penganut ideologi Kapitalisme, penipuan, kebohongan, sampai pembantaian umat manusia adalah sah-sah saja dalam rangka mencapai tujuannya. Tidaklah mengherankan kalau sejarah Kapitalisme dunia diisi dengan dengan darah dan air mata dari negara yang dijajah.
Dalam sejarah kolonialisme tidak terhitung berapa korban dari wilayah yang dijajah. Perang Dunia I dan II saja memakan jutaan jiwa dan penderitaan bagi mereka yang masih hidup. Dua bom atom yang dijatuhkan di Jepang membunuh lebih dari tiga juta jiwa rakyat sipil. Perang Dingin dan Perang Melawan Terorisme yang dipimpin oleh AS juga telah menimbulkan banyak korban rakyat sipil. Dalam Perang Vietnam AS menumpahkan 12 juta galon Agen Orange, menghancurkan 4,5 juta hektar tumbuhan, dan menewaskan banyak rakyat sipil. Ribuan kaum Muslim di Irak dan Afganistan dibunuh atas dasar perang melawan terorisme yang penuh kebohongan. Embargo yang disponsori oleh AS telah membunuh lebih dari 1,5 juta rakyat Irak.
Akan tetapi, semua itu dipandang enteng oleh negara-negara imperialis tersebut. Lihat saja saat Collin Powel ditanya tentang terbunuhnya lebih kurang 200.000 rakyat Irak dalam Perang Teluk di era Bush Senior dulu. Dengan enteng, dia menjawab, “Tidak begitu peduli dengan angka-angka itu.”
Madeleine Albright (Menlu AS era Clinton) oleh koresponde CBS tentang jumlah korban rakyat Irak yang mencapai 800.000 orang akibat embargo PBB. Jawaban Albrigt sama kejamnya, “We think the price worth itu, (Kami kira itulah harga yang pantas untuk itu).”
Jadi, membunuh ratusan ribu nyawa kaum Muslim dianggap sebagai harga yang pantas demi kejayaan Kapitalisme yang rakus. Hal yang sama diungkap oleh Rumsfeld melalui kata-katanya, “Free people have the right to do bad things and commit crimes.”
Artinya, bagi negara-negara yang menganut kebebasan tersebut, apapun menjadi sah untuk dilakukan bahkan untuk melakukan tindakan kriminalitas.
Hal ini sangat berbeda dengan Islam yang menjalankan perangnya atas dasar petunjuk Allah Swt. Ada aktivitas yang harus dilakukan sebelum perang, yakni mengajak mereka terlebih dulu memeluk Islam. Kalau tidak mau, mereka ditawari masuk dalam kekuasaan Khilafah seraya membayar jizyah, meskipun mereka tetap pada agama mereka. Walhasil, dalam Islam, perang merupakan pilihan terakhir.
Perang Islam juga bukanlah perang yang barbar. Perang dalam rangka futûhât bukanlah untuk memerangi rakyat setempat, tetapi untuk menghilangkan penghalang-penghalang fisik, termasuk penguasa zalim mereka yang menghalangi diterima Islam secara lapang dan jujur. Dalam perang itu, Islam melarang membunuh orang-orang yang bukan termasuk tentara perang seperti anak-anak kecil, wanita, orang tua, dan para rahib di gereja-gereja. Tawanan perang juga diperlakukan dengan baik. Penggunaan senjata pemusnah massal seperti senjata nuklir dan senjata kimia hanya digunakan kalau musuh menggunakan senjata yang serupa. Sebab, dalam Islam musuh harus diperlakukan setimpal. (Lihat: QS an-Nahl [16]: 126).[]