Mediaumat.news – Pengamat Politik Rocky Gerung sebut Islam selalu disudutkan sebagai pengganggu.
“Jadi ini pemerintah betul-betul buta huruf terhadap demokrasi itu, dan kebuta hurufan itu yang akan menimbulkan spekulasi ke depan yang menganggap memang Islam itu akan dicap sebagai musuh negara seumur bangsa ini. Dan akan terus begitu karena ada kepentingan yang bercokol, political interest yang memang ingin menguasai Indonesia terus-menerus. Sehingga Islam selalu disudutkan sebagai pengganggu. Jadi itu sebetulnya sinyalnya,” tuturnya dalam acara Eks HTI Dilarang Ikut Pilpres-Pilkada, Negara Mengalami Buta Huruf Demokrasi, Senin (25/01/2021) bersama Jurnalis Senior Hersubeno Arief di kanal Youtube Forum News Network (FNN.co.id).
Padahal menurutnya, jejak keislaman itu ada sejak jauh sebelum Indonesia merdeka. Indonesia itu dihuni oleh negara-negara Islam dalam bentuk kesultanan. Dan kalau melihat memori ke belakang, selalu memungkinkan orang untuk berpikir ulang bahwa negeri ini pernah punya pengalaman dengan negara Islam dalam bentuk kesultanan. “Jadi kita harus simpan sejarah itu sebagai pelajaran bukan sebagai ketakutan,” tegasnya.
Rocky berpendapat, karena tidak mau berpikir logis, tidak mampu berdebat dengan data historis dan tidak mampu mengucapkan pikiran yang melahirkan alternatif dalam melihat Indonesia. Hal itu diatasi dengan cara membuat peraturan perundangan yang langsung melarang. “Langsung larang ini-larang itu, jadi ini rezim yang anti pikiran anti intelektualitas,” ucapnya.
Ia menilai pemerintah takut bahwa legitimasinya akan dilucuti oleh perkembangan aspirasi politik Islam, maka dibuatlah mulai isu radikalisme, ekstrimisme.
Menurutnya, Perpres tentang pengendalian ekstrimisme yang dimaksud adalah Islam itu sendiri. Di dalam tata bahasa, kata ekstrem itu adalah kata ganti dari radikal, kaum fundamental. “Jadi hanya berubah-ubah narasinya saja, mulai ucapan kaum fundamental, radikal, sekarang ekstremis. Tapi di benak publik itu artinya menghalangi politik Islam,” bebernya.
Rocky melihat ada orkestrasi baru, yaitu ingin menghalangi hak orang untuk ikut di dalam memperbaiki bangsa ini. HTI dilarang dengan alasan yang diada-adakan, sekarang diadakan lagi alasan untuk melarang sesuatu yang sudah dilarang tersebut, dan larangan ini bertentangan dengan asas konstitusi.
“Kita mesti bertukar pikiran dengan HTI, sebab HTI punya perspektif tentang negara Islam. Bagaimana perspektif itu terkait dengan ideologi baru dunia yang tidak menghendaki kapitalisme, komunisme sehingga mengajukan Islam sebagai alternatif,” pungkasnya.[] Agung Sumartono