RKUHP Ditolak Masif, Pengamat: Rakyat Melihat Ada Kezaliman

Mediaumat.id – Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Almaroky, M.Si. menilai rakyat melihat adanya kezaliman atau hal tidak semestinya dimuat sehingga masif menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

“Rakyat melihat adanya ketidakbaikan, adanya kezaliman atau adanya hal yang tidak semestinya dimuat dalam RKUHP itu,” ungkapnya dalam acara Islamic Lawyers Forum (ILF)#13: RKUHP Masalah atau Solusi bagi Rakyat? di kanal YouTube PelitaUmatTV, Jumat (29/7/2022).

Wahyudi menilai, kultur pemerintah baik DPR maupun presiden dalam merumuskan undang-undang banyak penentangan dari rakyat. Ia lalu mencontohkan Undang-Undang Omnibus Law dan Undang-Undang Minerba.

“Kita tidak berharap RKUHP yang masih banyak menuai protes dilanjutkan. Jangan sampai meniru Undang-Undang Omnibus Law atau Undang-Undang Minerba,” harapnya.

Terkait dengan pernyataan pemerintah yang mengatakan bahwa RKUHP ini tidak merugikan masyarakat dan sudah sesuai dengan kondisi masyarakat modern Indonesia, Wahyudi mengatakan kalau dibilang tidak akan merugikan masyarakat mestinya masyarakat tidak menolak.

“Mungkin yang dimaksud pemerintah itu tidak akan merugikan segelintir masyarakat yang merasa bahwa undang-undang itu begitu memberikan previlege (perlindungan) kepada mereka,” candanya.

Tapi yang jelas, tegasnya, kalau dibilang tidak merugikan masyarakat mestinya masyarakat tidak menolak, tapi kalau masyarakat masih menolak indikasinya masyarakat merasa akan dirugikan.

Wahyudi juga mempertanyakan, kalau dibilang sudah sesuai dengan kondisi masyarakat modern, ini masyarakat modern yang mana? Ia lalu menilai bahwa pernyataan itu untuk membela diri saja.

“Semestinya pemerintah itu tidak perlu melakukan pembelaan diri, karena pemerintah hadir untuk melayani rakyat. Daripada membela diri lebih baik melayani rakyat,” nasehatnya.

Wujud pelayanan itu, jelas Wahyudi, kalau masih ada suara sumbang, suara yang menolak dengarkan itu. Di mana letak menolaknya, di mana perbaikannya. “Sebenarnya sederhana saja,” tukasnya.

Wahyudi mengatakan, masyarakat tidak diberi ruang untuk memberikan aspirasi. “RKUHP ini tidak ada keterbukaan publik yang cukup, orang ingin mengakses isi pasal-pasalnya sulit mencarinya. Baru akhir-akhir ini saja bisa diakses,” sesalnya.

Bukan oleh Rakyat

Wahyudi menilai, dalam negara demokrasi undang-undang dibuat bukan oleh rakyat. “Undang-undang dalam demokrasi dibuat oleh segelintir orang yang mengatasnamakan wakil rakyat bersama pemerintah,” nilainya.

“Pemerintah punya suara dominan dalam merumuskan suatu undang-undang, karena ada hak inisiatif DPR atau usulan pemerintah. Ketika pun inisiatif DPR mengajukan rancangan tapi kalau pihak pemerintah tidak ikut membahasnya itu tidak jalan,” terangnya.

Jadi sebenarnya, lanjutnya, yang membuat undang-undang ini bisa antara pihak pemerintah dan pihak DPR. “Kalau rezim telah menguasai badan-badan legislatif yang punya kewenangan untuk merumuskan dan membuat undang-undang, maka dapat dipastikan undang-undang yang dihasilkan akan pro kepada penguasa,” yakinnya.

Menurut Wahyudi, sekalipun ada yudicial review (uji materi) melalui Mahkamah Konstitusi, tapi faktanya hasil revisi uji materi sering tidak ditindaklanjuti oleh eksekutif (penguasa).

“Jadi di situ letak permasalahannya, ketika rakyat dizalimi dalam sistem demokrasi, praktis tidak punya saluran-saluran yang bisa membuktikan pembuatan undang-undang yang bisa menzalimi rakyatnya,” bebernya.

Bahkan tegas Wahyudi, bagi penguasa kalau ada undang-undang yang tidak cocok terhadap kepentingan mereka, mereka bisa ubah kapan saja mereka mau, bahkan bisa membuat jalan pintas yang sesingkat-singkatnya dengan cara membuat perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang).

“Jadi, suara rakyat itu akan didengar, bahkan menjadi penentu dalam sistem demokrasi, itu mitos. Faktanya rakyat tidak punya kewenangan, tidak punya kekuasaan untuk membuat undang-undang, tetapi beralih kepada segelintir orang yang mengatasnamakan rakyat, padahal sejatinya tidak sesuai dengan suara rakyat,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: