RKUHP Atur Hina Kekuasaan Bisa Dipidana, LBH Pelita Umat: Potensi Abuse of Power

Mediaumat.id – Pasal di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang memuat ancaman pidana bagi warga yang menghina penguasa, dinilai berpotensi diselewengkan setelah sah menjadi undang-undang.

“Ini potensi abuse of power, kekuasaan diselewengkan,” ujar Sekjen Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Panca Putra Kurniawan kepada Mediaumat.id, Rabu (21/6/2022).

Oleh karena itu, ia menyerukan, masyarakat harus menolak pasal-pasal ancaman seperti itu. “Jangan sampai rezim zalim sama rakyat,” tuturnya, seraya mengimbau untuk senantiasa mewaspadai pengaburan makna antara kritik dan penghinaan.

Dengan kata lain, pasal terkait bisa saja dijadikan alat untuk membungkam kritik terhadap rezim dengan dalih sebagai penghinaan. “Antara kritik dan penghinaan harus jelas unsur-unsur pidananya. Jangan sampai kabur,” tuturnya.

Ia menerangkan, perumusan RKUHP selama ini memang mengadopsi teori dan praktik hukum pidana di beberapa zaman. Sehingga sudah puluhan tahun masih saja belum terselesaikan.

“Macam-macam rezim sudah berganti, dan tentunya masing-masing punya kepentingan melanggengkan kekuasaannya, termasuk politik RKUHP ini,” tandasnya.

Padahal yang namanya pemerintah, seharusnya menerima kritik. “Kan abdi rakyat. Masa justru antikritik. Kebalik ini,” timpalnya.

Seperti diinformasikan sebelumnya, pemerintah dan DPR tengah menggodok RKUHP. Rencananya, draf itu akan disahkan pada Juli 2022 mendatang. Isi salah satu pasalnya memuat ancaman bagi warga yang menghina penguasa.

Aturan itu tertuang dalam Pasal 353 ayat 1, yang berbunyi, ‘Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.’

Ancaman pidana juga diberlakukan bagi warga yang menyebarkan penghinaan kepada penguasa lewat media sosial, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 354 yang berbunyi,

‘Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.’

Artinya terlepas dari itu, kritik dari rakyat atas penguasa sangatlah penting. Sebabnya, apabila hanya DPR atau lembaga formal lainnya yang mengawasi dan mengoreksi jalannya pemerintahan, Panca menyebut, justru sistem pengawasan dimaksud akan lumpuh.

Apalagi di dalam Islam, agama yang menjadi mayoritas di Indonesia, sudah jelas sekali menerangkan bahwa mengoreksi penguasa terkategori aktivitas mulia. “Sepanjang Islam yang menjadi ketentuan dasarnya,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: