Ribuan Orang Protes Pembongkaran Masjid Agung di Cina

Ribuan Muslim berkumpul untuk memprotes rencana pembongkaran Masjid Agung di barat laut Cina, pada Jumat 10 Agustus.

Dilaporkan Associated Press, 11 Agustus 2018, massa dari etnis Hui, minoritas etnis Muslim, mulai berkumpul di Masjid Agung Al-Haram di kota Weizhou, distrik Ningxia, pada Kamis 9 Agustus.

“Orang-orang sangat kesakitan. Banyak orang menangis. Kami tidak mengerti mengapa ini terjadi,” kata Ma Sengming, pria berusia 72 tahun yang ikut protes sejak Kamis pagi hingga Jumat sore.

Ma mengatakan massa berteriak “Lindungi iman di Cina!” dan “Cintailah negara, cintai iman!”

Protes muncul ketika kelompok-kelompok agama yang sebagian besar mendapat toleransi di masa lalu, mulai melihat kebebasan mereka menyusut ketika pemerintah berusaha untuk mengucilkan agama-agama dengan membuat prioritas kepada Partai Komunis. Celah dan kubah Islam telah dilucuti dari masjid, gereja-gereja Kristen telah ditutup dan Alkitab disita, dan anak-anak Tibet telah dipindahkan dari kuil-kuil Budha ke sekolah-sekolah formal.

Ribuan orang memprotes pembongkaran Masjid Agung Weizhou di Ningxia setelah gagal mencapai kompromi dengan pemerintah setempat, Jumat 10 Agustus 2018.[South China Morning Post]

Penduduk Weizhou khawatir dengan isu yang menyebut pemerintah berencana untuk menghancurkan masjid meskipun pada awalnya menyetujui pembangunan yang selesai tahun lalu.

Sekretaris Partai Komunis kota bahkan telah membuat pidato ucapan selamat di lokasi ketika pembangunan masjid dimulai, kata Ma Zhiguo, salah satu warga Weizhou.

Pihak berwenang berencana untuk menjatuhkan delapan dari sembilan kubah masjid dengan alasan bahwa struktur itu dibangun lebih besar dari yang diizinkan, kata Ma.

“Bagaimana kita bisa membiarkan mereka meruntuhkan sebuah masjid yang masih dalam kondisi baik?” Kata Ma, yang menambahkan masjid bisa menampung sekitar 30.000 orang dan dibangun menggunakan dana pribadi.

Pada bulan Mei, komisi inspeksi disiplin negara menerbitkan pemberitahuan yang mengatakan bahwa pemerintah Weizhou gagal mengawasi pembangunan Masjid Al-Haram dengan benar. Sebagai akibat dari pengawasan yang lemah, pemberitahuan itu mengatakan, empat masjid di daerah itu telah menerima total 1,07 juta yuan atau Rp 2 miliar dari sumbangan asing. Tidak disebutkan secara spesifik apakah Masjid Al-Haram salah satu dari empat masjid yang dimaksud.

Dilansir dari South China Morning Post, saat salat Jumat, dua lantai aula Masjid Agung dipenuhi dengan ribuan jamaah. Banyak yang datang dari luar kota Weizhou dan beberapa dari luar Ningxia, untuk menunjukkan dukungan mereka bagi masyarakat setempat.

Setelah ikon-ikon Islam dan tanda-tanda Arab disingkirkan dari gedung-gedung sekuler di seluruh wilayah, kampanye pemerintah mulai menyasar tempat ibadah. Kubah dari beberapa masjid yang lebih kecil telah dicopot dalam beberapa bulan terakhir.

Pemerintah kota Weizhou di daerah Tongxin awalnya menuntut agar masjid, yang selesai tahun lalu, dibongkar pada Jumat, dengan mengatakan bahwa tidak ada izin perencanaan dan konstruksi.

Namun isu itu membuat gempar masyarakat dan pejabat terpaksa mengubah perintah pembongkaran menjadi “rencana rektifikasi”.

Versi pertama dari rencana itu menyerukan kubah masjid “Gaya Arab” untuk diganti dengan pagoda gaya tradisional Cina, tetapi dengan cepat ditolak oleh jamaah. Pemerintah kemudian meminta komite manajemen masjid untuk menghapus delapan dari sembilan kubah yang berada di atas masjid, dan hanya mengizinkan satu kubah yang terbesar di tengah. Namun usulan ini juga ditolak oleh sebagian besar anggota masyarakat.

“Setelah menurunkan kubah, masjid tidak bisa lagi menjadi ikon Islam. Mengubahnya menjadi gaya tradisional Cina sama tidak senonohnya dengan meletakkan mulut kuda di atas kepala seekor lembu,” kata salah satu warga.

Selama beberapa dekade etnis Hui telah menikmati kebebasan beribadah. Namun tindakan keras pemerintah terhadap Islam di Xinjiang, di mana kelompok etnis Uighur yang mayoritas Muslim masuk ke masyarakat Hui, termasuk provinsi Gansu, yang berbatasan dengan Xinjiang dan Ningxia.

Kepala daerah Tongxin mengunjungi para pengunjuk rasa, yang beberapa di antaranya melakukan aksi duduk di dalam masjid, mendesak semua orang untuk pulang.

Dia mengatakan bahwa perbaikan harus dilakukan, tetapi berjanji bahwa pemerintah akan terus bernegosiasi dengan komite manajemen masjid sampai solusi tercapai.

Di Ningxia dan Gansu, sebagian besar masjid dari Dinasti Qing, Ming dan era sebelumnya, yang mirip dengan kuil tradisional Tiongkok, hancur selama gerakan sosial politik selama satu dekade yang diprakarsai oleh pemimpin Cina, Mao Zedong.[]

Sumber: tempo.co

Share artikel ini: