Rezim Saudi Menyerukan untuk Melegitimasi Rezim Suriah dan Melupakan Kejahatannya
Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan menerima rekannya dari Suriah, Faisal Al-Miqdad, pada 12/4/2023, di Jeddah. Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan, menurut apa yang dilaporkan oleh Kantor Berita Saudi, bahwa kedua menteri membahas “langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai penyelesaian politik yang komprehensif dari krisis Suriah yang mengakhiri semua akibatnya, mencapai rekonsiliasi nasional, dan berkontribusi pada kembalinya Suriah ke lingkungan Arabnya, untuk dimulainya kembali peran alaminya di dunia Arab.”
Dengan demikian, rezim Saudi akan bekerja sama dengan mitranya, rezim Suriah, untuk melawan kaum Muslim yang menginginkan revolusi agar mereka menerima tiran dan penindasannya, serta tunduk kepadanya dengan melupakan semua kejahatannya.
Semua tahu bahwa rezim Saudi memiliki sejarah kelam dengan para revolusioner Suriah, dimana rezim Saudi berkonspirasi melawannya untuk pertama kalinya dan mencegah faksi-faksi yang terkait dengannya menggulingkan rezim Suriah dan memaksa mereka meninggalkan Ghouta dan pergi ke Idlib.
Pada 11/4/2023, Dewan Kerjasama Teluk, yang didominasi oleh Arab Saudi, menyerukan pertemuan untuk membahas kembalinya rezim kriminal Suriah ke Liga Arab. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majid al-Ansari mengatakan, “Ada banyak perkembangan mengenai situasi di Suriah, dan pandangan Arab tentang kembalinya ke Liga Arab.”
Pada tanggal sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan akan melakukan perjalanan ke Damaskus dalam beberapa minggu mendatang untuk menyampaikan undangan resmi kepada Bashar al-Assad untuk menghadiri KTT Arab yang akan diadakan di Arab Saudi bulan depan, pada 19 Mei 2023.
Rezim Saudi dan Suriah setuju untuk membuka kedutaan mereka setelah membekukan hubungan diplomatik selama sekitar 10 tahun. Itu semua dilakukan untuk menipu para revolusioner yang tengah melawan tiran Bashar Assad, agar mereka terikat dengannya dan jatuh di bawah pengaruhnya dengan membantu faksi-faksi bersenjata murahan melalui uang beracun, seperti yang telah terjadi.
Namun semua ini hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Amerika, yang tampak seolah-olah menentang rezim Suriah, karena para loyalisnya berusaha untuk melegitimasi Bashar al-Assad dan rezimnya. Demikian pula, para antek Inggris, seperti UEA, Bahrain, dan Qatar, tengah mengusahakan upaya yang buruk ini.
Dengan demikian, mereka secara implisit mengakui semua pembantaian yang dilakukan oleh rezim, seperti membunuh, melukai, menyiksa, dan membuat jutaan Muslim Suriah mengungsi, menghancurkan rumah, rumah sakit, dan sekolah, serta menggunakan senjata kimia untuk melawan mereka. Karena mereka tidak menginginkan adanya perubahan rezim di wilayah tersebut, terutama jika revolusi tersebut berkarakter Islam dan proyek Islamnya menyerukan pendirian Khilafah. Mereka menganggapnya sebagai musuh nyata bagi mereka dan tuan mereka; karena mereka menolak penerapan Islam di negaranya dan berusaha menghilangkan sisa-sisa aturan hukum yang ada di negaranya, serta menyebarkan kecabulan dan kerusakan di negaranya atas nama seni, pariwisata dan hiburan atau atas nama kebebasan dan hak asasi manusia (hizb-ut-tahrir.info, 13/4/2023).