Rezim Jokowi Gagal…

 Rezim Jokowi Gagal…

Oleh: Mahfud Abdullah ( Dir. Indonesia Change)

Kinerja Presiden Joko Widodo dinilai sebagian pengamat tak lebih hanyalah sebuah pencitraan yang diciptakan oleh orang-orang yang ingin merusak Negara Indonesia. Hal ini didukung maraknya opini dari masyarakat yang mengharapkan agar Jokowi dengan legowo turun dari tampuk kekuasaannya. Bahkan banyak yang ingin menunggu Jokowi untuk pulang ke Solo.

Dulu, nama Jokowi meroket sampai ke Jakarta pertama kali sebagai Walikota yang memacu kreativitas siswa SMK 2 Solo sehingga berhasil membuat mobil. Jakarta geger ketika mobil siswa SMK itu dipacu dari Solo ke Jakarta. Pemberitaan media meledak pada waktu itu di tahun 2012. Para pejabat, pengusaha, pengamat, dan selebritis, berlomba-lomba memesan mobil buatan Solo itu. Kemudian apa yang terjadi? Kabar santernya mobil SMK itu dianggap proyek kebohongan besar Jokowi. Mobil itu bukan buatan siswa SMK 2 (Sekolah Menengah Kejuruan) Solo, tapi diimpor secara terpisah oleh teman-teman Jokowi. Mobil itu sesungguhnya merk Foday buatan China. Pembohongan publik ini terbongkar karena Jokowi konflik dengan H.Sukiyat, pemilik bengkel di Trucuk, Klaten, Jawa Tengah, tempat mobil impor dari China itu dirakit H.Sukiyat kemudian buka mulut soal mobil impor dari China itu.(http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/07/08/31457/jokowi-siapa-yang-berbohong-di-bulan-puasa/#sthash.TYlWvmdJ.dpbs)

Tak cukup samapai disitu, dikutip dari cnnindonesia.com Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pembohong besar. Alasannya, karena Jokowi dianggap mengingkari janji yang disampaikan pada kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014-2019 lalu. Said mengungkapkan Jokowi pernah menyatakan tidak akan impor pada saat kampanye dulu. Kemudian, Jokowi juga berjanji tidak akan menambah utang. Dalam perjalanannya, Indonesia masih mengimpor barang dan jasa dari negara lain. Tercatat, impor sepanjang tahun lalu mencapai US$188,63 miliar. Tak hanya itu, nominal utang juga terus menumpuk. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, selama empat tahun pemerintahan Jokowi, utang pemerintah bertambah Rp1.814,66 triliun menjadi Rp4.416,37 triliun sampai akhir September 2018.

Pada Tahun 2015 pemerintah menyuntikkan modal sebesar Rp 41,4 triliun untuk 36 BUMN. Sementara pada Tahun 2017 jumlahnya ditingkatkan menjadi Rp 53,98 triliun,  83%  di antaranya untuk pembangunan infrastruktur. BUMN tersebut juga diberi kemudahan mendapatkan akses pinjaman dari sejumlah perbankan.  Bank Dunia mencatat utang tujuh BUMN yang ditugasi membangun infrastruktur mencapai Rp 200 triliun (2017). Menggelembungnya utang ini tidak hanya membahayakan BUMN, tetapi juga bagi bank dan negara sebagai penjamin. Utang infrastruktur mempunyai tenor jangka panjang. Jika proyeknya amburadul, pengembalian pinjaman juga tidak terjamin. Bila menggunakan pendanaan bank asing, aset sejumlah BUMN terancam jatuh ke tangan asing. Kasus ini telah terjadi di sejumlah negara yang membangun infrastruktur dengan berutang ke Cina. Angola, Zimbabwe, Nigeria, Pakistan dan Sri Lanka adalah contoh beberapa negara yang terbelit utang infrastruktur dari Cina.

Akibat memiliki utang sebesar USD 40 juta, Zimbabwe per 1 Januari 2016 terpaksa mengganti mata uangnya dengan Yuan. Ngeri banget! Sementara Srilanka terpaksa melepas pelabuhan laut dalamnya di Hambantota ke BUMN Cina karena tidak bisa membayar utang.

Selanjutnya soal impor beras, Impor Beras ini semakin menunjukkan dan memperjelas kebijakan pemerintah yang selama ini memang tidak pernah berpihak kepada rakyat. Rakyat selalu yang menjadi pihak yang dikorbankan walaupun pemerintah senantiasa berdalih untuk kepentingan rakyat. Sebagaimana kebijakan-kebijakan lainnya seperti penghapusan berbagai Subsidi telah melahirkan  orang miskin baru, kebijakan pemerintah mengimpor beras juga akan berdampak semakin terpuruknya kesejahteraan rakyat terutama para petani.

Impor beras di tengah stok yang mencukupi sebenarnya semakin menunjukkan kebobrokan paradigma sistem ekonomi kapitalis dan kebijakan politik sekularis. Ada dua hal yang bisa kita lihat dari peristiwa impor beras ini, yaitu kesalahan menjadikan kelangkaan sebagai problematika ekonomi dan kebijakan ekonomi yang tidak pernah berpihak kepada rakyat. Karena Impor yang mereka lakukan sebenarnya hanya untuk mendapatkan rente, bukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat . Ini terbukti walaupun stok beras cukup ternyata masih banyak rakyat yang mati karena kelaparan. Karena itu sudah darurat rezim dan sistem ini harus segera diganti agar rakyat tidak semakin semakin sengsara dan menderita. Dah, ini dulu untuk membuka lembar kegagalan rezim hari ini…[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *