Rezim Bagi-Bagi IUP, Ormas Islam Harus Jadikan Syariat Sebagai Landasan Berpikir dan Bertindak

Mediaumat.info – Terkait sikap organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang justru menerima izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah, Pemimpin Redaksi Majalah Al-Wa’ie Farid Wadjdi mengingatkan ormas dimaksud harus menjadikan syariat Islam sebagai landasan berpikir dan bertindak.

“Sebagai ormas keagamaan yang harus dijadikan landasan itu tentu paling awal adalah syariat Islam,” ujarnya dalam Sorotan Dunia Islam, Rabu (31/7/2024) di Radio Dakta 107.0 MHz FM Bekasi.

Artinya, Islam memiliki perhatian yang jelas dan kuat pada kemaslahatan manusia, baik dalam akidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan orientasi-orientasi lainnya yang menyebabkan Islam mengakui dan menghormati eksistensi kepemilikan sekaligus memberikan rambu-rambu aturannya dengan maksud menciptakan kemaslahatan manusia.

Untuk itu Farid berharap, baik NU maupun Muhammadiyah, serta ormas Islam lainnya, jangan sampai tidak atau belum memahami bahwa syariat Islam telah sangat jelas mengatur masalah kepemilikan tambang yang tengah menjadi perbincangan publik tersebut.

Karena itu, di dalam syariat Islam dikenal dengan hukum kepemilikan (al-milkiyyah) dan dibagi menjadi tiga konsep. Pertama, kepemilikan individu (al-milkiyyah al-fardiyah). Kedua, kepemilikan umum (al-milkiyyah al-’ammah). Ketiga, kepemilikan negara (al-milkiyyah al-dawlah).

Untuk ditambahkan, berkenaan dengan kepemilikan umum, memiliki kebermanfaatan besar bagi masyarakat dan menyangkut hajat hidup masyarakat dan diperuntukkan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan umum, serta dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat.

Hak milik umum tidak dapat dialihkan menjadi hak milik individu maupun negara. Namun, pengelolaan kepemilikan umum dilaksanakan oleh negara sebagai wakil rakyat.

Terdapat tiga jenis kepemilikan umum yaitu fasilitas atau sarana umum, barang yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki oleh individu secara perorangan (seperti jalan umum, rumah ibadah), sumber daya alam (seperti air) atau barang tambang (seperti emas, perak, besi, minyak bumi, batu bara).

Bukan tanpa dasar, Rasulullah SAW pernah menganulir keputusan yang sebelumnya memberikan tambang garam kepada Abyad bin Hammal. Ketika itu Rasulullah belum menyadari bahwa yang telah diberikan layaknya air mengalir.

“Ibnu al-Mutawakkil berkata, ‘Lalu Rasulullah SAW mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal),” demikian penggalan hadits riwayat Abu Dawud dan At-Timidzi yang menjadi dasar hukum tambang bukan milik negara apalagi individu tetapi milik umat secara umum.

“Kalau itu milik rakyat, artinya apa? (Tambang) itu harus dikelola oleh negara dengan baik, dan hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat,” pungkas Farid, yang berarti pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis kepada rakyat. [] Zainul Krian

Share artikel ini: