Oleh: Dr. Fahrur Ulum, MEI
Ada persoalan serius seputar politik dan ekonomi saat ini. Politik sering diartikan sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan dalam negara. Politik lebih sebagai seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional. Maka tidak mengherankan jika orang tampak pintar –dengan menggunakan berbagai trick–ketika meraih kekuasaan. Namun ketika telah berkuasa tampaklah kebodohannya. Nafsu berkuasa dan hasrat meraih manfaat kekuasaan lebih menonjol daripada pelayanan kepada masyarakat. Mestinya politik lebih dimaknai “ri’ayah su’un al-ummah” memelihara urusan ummat atau urusan rakyat, bukan memelihara urusan dirinya dan kelompoknya.
Jika syahwat berkuasa dan nafsu mengeruk manfaat dari kekuasaan masih membudaya, biasanya berbagai cara dilakukan untuk mengelabui rakyat, misalnya dalam hal pembuatan Undang-Undang yang menguntungkan kekuasaan dan pemilik modal. Contoh, UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan, dan UU Sumber Daya Alam tampak jelas menguntungkan investor dan penguasa namun merugikan rakyat sebagai pemilik sah sumber daya alam tersebut. Semestinya, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Namun rakyat akhirnya berposisi secara diametral sebagai pembeli kekayaannya sendiri, sedangkan investor berposisi sebagai penjual dengan keuntungan melimpah dan negara berposisi sebagai agen saja. Memang posisi agen sudah cukup menguntungkan, minimal untuk mengembalikan biaya kampanye dan promosi kekuasaan.
Borosnya pengeluaran negara yang tidak berimplikasi langsung terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat disebabkan karena terlalu banyak biaya yang tidak termasuk biaya produksi, namun masuk dalam biaya ‘pelicin’ kekuasaan dan biaya ’siluman’ kebijakan. Istilah yang lebih tepat adalah rent seeking.
Pada tahun 1974 Anne Krueger dalam “The Political Economy of the Rent-Seeking Society” menjelaskan bahwa rent-seeking adalah upaya untuk mendapatkan rente ekonomi yaitu porsi pendapatan yang dibayarkan kepada faktor produksi lebih dari apa yang dibutuhkan untuk tetap bekerja dari apa yang digunakan saat ini dengan memanipulasi lingkungan sosial atau politik di mana kegiatan ekonomi terjadi. Rente ini mengekstraksi nilai kompensasi tanpa membuat kontribusi terhadap produktivitas. Menurut John Sophocleus kegiatan rent-seeking ini menurunkan pendapatan negara Amerika Serikat pada tahun 1988 hingga 45%. Pendapat itu dikuatkan oleh ekonom Joseph E. Stiglitz (2012:32) yang mengatakan bahwa kontribusi rente signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Amerika Serikat melalui lobi untuk kebijakan pemerintah yang membiarkan orang kaya dan berkuasa mendapatkan penghasilan dengan meraih pangsa lebih besar dari kekayaan yang seharusnya telah diproduksi tanpa usaha mereka..
Rent-seeking itu illegal namun berlindung pada legalitas karena biasanya penguasa dengan sukarela menerima kemudahan-kemudahan finansial dari para investor. Maka tidak heran jika kebijakan ekspor impor sering tidak signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat, namun dipaksakan untuk kepentingan tertentu. Demikian juga penyerahan pengelolaan sumber daya dan asset negara kepada asing yang akhir-akhir ini semakin massive dilakukan.
Perlu diperhatikan bahwa saat ini rakyat telah cerdas terhadap perbedaan manfaat laba perekonomian dan rent-seeking yang merugikan. Mereka bisa membedakan pure produktifitas dan ilusi pendapatan. Oleh karena itu semestinya arah perekonomian tidak hanya pada pertumbuhan (growth oriented) namun harus benar-benar mengoptimalkan sektor riil yang ada di masyarakat. Harus ada kepastian bahwa faktor-faktor produksi dapat dijangkau dengan mudah oleh seluruh lapisan masyarakat secara merata. Dengan demikian mutuality and brotherhood tetap terjaga di tengah-tengah masyarakat. Etos kerja meningkat dan simultannya adalah produktifitas yang tinggi serta kesejahteraan. Sayang sekali kecerdasan masyarakat tidak diimbangi oleh kecerdasan pengambil keputusan atau penguasa yang rupanya telah terjerat oleh jebakan-jebakan investor dengan segala permainannya yang membinasakan.[]