Rencana Pertambangan Sangihe, FORKEI: Masyarakat Seperti Diusir Paksa

Mediaumat.id – Peneliti Senior Forum Kebijakan Ekonomi (FORKEI) Lukman Noerochim, S.T., M.Sc.Eng., Ph.D. menilai, masyarakat seperti diusir paksa dalam kasus akan beroperasinya pertambangan emas di Blok Sangihe oleh PT Tambang Mas Sangihe (TMS).

“Ancaman itu pasti. Masyarakat yang tinggal di sana seperti diusir secara paksa,” tuturnya di acara Kabar Petang: Selamatkan Pulau Sangihe, Kamis (16/6/2022) melalui kanal YouTube Khilafah News.

Jika nantinya tambang beroperasi, ungkap Lukman, akan menyebabkan daya dukung kehidupan di sana hilang. “Laut tercemar, sumber mata air tercemar, tanah yang digarap menjadi rusak,” ungkapnya.

“Selama ini mata pencaharian mereka sebagai nelayan, petani. Kalau lahannya tidak bisa digarap akibat pencemaran tentu lambat laun penduduk sekitar ‘terusir’ secara paksa dari tanah tempat tinggalnya yang sudah dihuni puluhan tahun. Ini kan kebijakan zalim yang dikeluarkan oleh pemerintah kalau benar-benar dilaksanakan,” tambahnya.

Lukman mengatakan, mungkin kalau di awal-awal dampak penambangan belum terasa. “Dampak penambangan itu jangka panjang. Proses eksplorasinya, penambangannya, limbahnya, itu merusak. Kalau mau direstorasi seperti semula butuh waktu berpuluh-puluh tahun. Bekas lubangnya saja timbulkan danau-danau baru yang berpotensi longsor, erosi dan sebagainya,” jelasnya.

Ini ancaman serius, lanjutnya. Artinya masyarakat pasti akan kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata pencaharian, karena sangat tergantung dengan kehidupan alam di sana yang secara geografis wilayahnya sempit sehingga mereka pasti akan meninggalkan tempat itu kalau betul-betul penambangan itu dilakukan.

Cabut Izin

Melihat dampaknya serius, Lukman menyarankan agar izin penambangan ini dicabut. “Pencabutan ini harus dilakukan oleh pihak berwenang; baik pemerintah pusat, pemerintah daerah di provinsi dan kabupaten,” sarannya.

“Seluruh anggota masyarakat di sana termasuk DPR, lembaga adat harus terus melakukan desakan menyuarakan hal ini. Karena perusahaan sudah mengantongi surat izin sebagai pegangan hukum untuk melakukan eksplorasi. Kalau izin ini dicabut maka mereka enggak punya hak lagi,” tambahnya.

Di samping itu, kata Lukman, edukasi kepada semua pihak harus terus dilakukan, bahwa pengelolaan penambangan itu harus tetap memperhatikan sustainability (keberlanjutan) kehidupan.

Lukman tak memungkiri ada manfaat yang dihasilkan dari penambangan itu. “Tapi ketika dilakukan eksplorasi malah menghancurkan kehidupan, maka hancurnya kehidupan ini lebih besar kerugiannya dibanding keuntungan yang diperoleh,” tukasnya.

Solusi Islam

Lukman memberikan solusi Islam agar pengelolaan tambang ini berkah. “Kalau merujuk pada salah satu hadits Rasulullah SAW, ‘Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, air, padang gembalaan dan api. Dan harganya haram’. Ketiga hal itu dikategorikan sebagai kepemilikan umum yang dibutuhkan oleh orang banyak,” terangnya.

Ketiga hal itu, lanjutnya, tidak boleh diberikan pada satu golongan atau satu orang saja. Semua masyarakat berhak untuk mendapatkan pemanfaatan dari ketiganya. “Ini berarti pengelolaannya harus dikembalikan kepada negara yang orientasinya memberikan kemanfaatan besar bagi kesejahteraan rakyat, bukan profit,” tandasnya.

“Dalam Islam, negara bukan sebagai pedagang tapi pelayan kebutuhan rakyat. Sementara paradigma sekarang, di era kapitalis liberal, semua dieksploitasi hanya mengejar keuntungan semata,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: