Rencana Investasi 118 T Foxconn Bahaya, Jika…
Mediaumat.id – Hasil pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Bos Foxconn Young Liu yang berencana investasi Rp 118 T dinilai bahaya Peneliti Forum Kajian dan Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak.
“Bahaya tidaknya investasi Foxconn dapat dilihat dari bentuk dan objek investasinya. Jika investasinya pada sektor-sektor publik maka jelas haram sebab hal tersebut menjadi kewenangan pemerintah,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jumat (30/6/2022).
Demikian pula, kata Ishak, jika investasinya pada komoditas-komoditas yang masuk dalam pengelolaan sumber daya alam. “Maka hal tersebut juga diharamkan,” tegasnya.
Di dalam Islam, menurutnya, investasi pada suatu industri mengikuti barang yang dihasilkan. Dengan demikian, barang yang masuk dalam kategori milik umum merupakan milik umum kaum Muslim dan tidak boleh dikhususkan untuk satu atau beberapa individu yang mengakibatkan selain pengelolanya tidak dapat memilikinya atau memanfaatkannya.
“Karena itu, khalifahlah yang akan mengelola industri tersebut dan melarang swasta untuk memilikinya dan pendapatannya akan ditempatkan secara khusus pada pos baitul mal. Adapun jika industri tersebut masuk dalam kategori milik pribadi, seperti tekstil, alas kaki, dan peralatan rumah tangga, maka investasi swasta diperbolehkan,” jelasnya.
Empat Syarat
Ishak mengatakan, investasi asing yang akan melakukan investasi ke negara Islam, harus memenuhi beberapa syarat.
Pertama, negara investor tersebut bukan merupakan darul harbi, yakni negara yang sedang berperang dengan umat Islam. Kedua, investasi tidak masuk dalam sektor atau komoditas yang masuk dalam kategori milik umum.
Ketiga, investasi tersebut tidak dalam bentuk investasi yang mengandung akad-akad yang batil, seperti riba, yang jamak terjadi pada proyek-proyek pemerintah saat ini yang dibiayai melalui mekanisme baik melalui kerja sama atau tidak.
Keempat, investasi tersebut tidak menyebabkan penguasaan pihak asing atas perekonomian negara Islam. “Namun, jika investasi langsung tersebut tidak mengarah pada perluasan pengaruh mereka atau menyebabkan kerusakan (dharar), seperti mengungkap kekuatan dan rahasia ekonomi umat Islam, atau melarikan dan menjarah kekayaan ke negara investor di luar negeri, menghalangi revolusi industri, atau memperkuat musuh, maka investasi tersebut tidak dilarang,” jelasnya.
Ia menilai, kebijakan investasi pemerintah Indonesia saat ini sangat banyak yang melenceng dari aturan-aturan Islam, seperti berinvestasi pada sektor-sektor milik umum dan pelayanan publik, dan investasi yang dibalut dengan pinjaman riba. Model investasi tersebut pada kenyataannya tidak hanya merugikan rakyat dan negara dalam aspek ekonomi, tetapi juga menghilangkan kedaulatan negara ini.
“Termasuk dalam hal ini adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha, yang banyak melibatkan pihak asing,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it