Oleh: A. Rizal Zakarya – Dir. Indonesia Justice Monitor
Pencabutan moratorium reklamasi di Teluk Jakarta oleh Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menjadi polemik karena dilakukan 11 hari sebelum pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI, Anies Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.
Menurut Luhut, pencabutan moratarium reklamasi merupakan usulan yang datang dari pihak Pemerintah pusat dan Pemprov DKI sebelumnya.
Pemprov DKI yang sebelumnya melayangkan surat kepada kementeriannya dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pencabutan morotarium reklamasi.
Surat usulan tersebut pun dilayangkan dua kali. Surat yang tertanggal 23 Agustus 2017 dan 2 Oktober 2017 tersebut berisi persoalan reklamasi dan sanksi yang sebelumnya dijatuhkan kepada pengembang sudah selesai dipenuhi. Tak hanya persoalan Amdal dan kajian lingkungan hidup strategis atau KLHS menurut surat yang dilayangkan Pemprov DKI tersebut menyatakan pihak pengembang juga bersedia memenuhi kewajibannya untuk bisa melanjutkan proyek reklamasi.
“Surat tersebut itu berkaitan dengan dana kompensasi yang menjadi kesepakatan antara Pemprov DKI dan pengembang. Mereka baru bisa membahas besaran dan mekanisme penyaluran dana kompensasi tersebut apabila morotarium sudah dicabut,” ujar Luhut di Jakarta, Selasa (17/10).
Luhut menjelaskan, besaran 15 persen kompensasi dari reklamasi tersebut berkisar Rp 77,8 triliun. Dana yang nantinya masuk pada kas Pemprov DKI Jakarta ini dinilai Luhut bisa digunakan untuk membangun dan memperbaiki taraf hidup masyarakat. “Ini dana besar sekali, bisa buat giant sea wall, atau bisa kembangkan kampung nelayan bisa juga untuk perbaiki pelabuhan nelayan,” ujarnya.
Reklamasi untuk Apa dan Siapa?
Persoalan di sini adalah, untuk apa adanya proyek reklamasi itu? atau lebih tepatnya untuk siapa? Inilah pertanyaan yang harus dijawab.
Yang jelas komplek perhotelan, apartemen, pusat perbelanjaan, infrastruktur jalan, taman-taman yang semuanya serba mewah dan elit akan disusun dari beton-beton dan material bangunan di sana. Bahkan diperkirakan harga tanah di sana sangat fantastis.
Menurut Daniel Johan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI FPKB, reklamasi Pulau A sampai Pulau M seluas 35.600.000 meter persegi yang terbentang di kawasan elit ini harga jual tanah di kawasan tersebut bervariasi antara Rp 22 juta hingga Rp 38 juta per meter persegi, dengan harga rata-rata Rp 30 juta per meter persegi. Siapa golongan yang mampu membeli tanah dengan harga fantastis itu? Tentu kelompok elit.
Bahkan diperkirakan keuntungan yang didapat dari penjualan tanah reklamasi di kawasan Pantai Indah Kapuk sampai Ancol, atau dari Pulau A sampai Pulau M, seluas 35.650.000 meter persegi, mencapai Rp 516,9 triliun. Ini merupakan bisnis yang luar biasa!
Oleh karena itu, tidak heran kalau proyek reklamasi Pantura Jakarta ini harus terus dilanjutkan, Tidak boleh ada yang menentang. Bahkan ada yang berpendapat, untuk memuluskan mega proyek ini maka lingkungan ‘kumuh’ yang menghalangi pandangan mata, atau lebih tepatnya yang dapat mengurangi nilai jual tanah, harus digusur: Pasar Ikan, Luar Batang. Sementara megaproyek bisnis reklamasi diberi lampu hijau.
Pemerintah memilih membuat Nelayan ke pinggir dan terdesak, padahal bukan nelayan yang memiliki industri yang mengalirkan berton-ton limbah kimia dan mengakibatkan Teluk Jakarta menjadi tercemar. Faktanya reklamasi akan merampas dan menghilangkan wilayah penangkapan ikan di daerah pesisir. Sebanyak 16.000. KK nelayan pesisir terancam tergusur dari wilayah hidup dan kehilangan pekerjaannya. Reklamasi 17 Pulau akan mengganggu aktivitas 600 kapal dari total 5.600 kapal nelayan yang ada di DKI Jakarta.
Proyek tak ramah lingkungan ini pun berpotensi menenggelamkan bagian utara Jakarta. Hasil penelitian dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2015 menyatakan amblasnya tanah Jakarta sekitar 2-4 sentimeter, salah satu yang terparah terjadi di Jakarta Utara, tidak dijadikan peringatan bahwa reklamasi pulau yang secara geografis tersambung dengan daratan Jakarta itu justru akan menambah penurunan permukaan tanah secara ekstrem.
Dari sini jelas dan gamblang, pihak yang bersikeras untuk melanjutkan megaproyek reklamasi teluk Jakarta itu berpihak pada siapa. Dan terang pula reklamasi itu untuk apa dan siapa.[]