Refly Harun: Hampir Semua Jabatan Publik Dimafiakan, Apalagi MA

Mediaumat.info – Pakar Hukum Tata Negara Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M. menyatakan hampir semua jabatan publik penting sudah dimafiakan, apalagi jabatan Mahkamah Agung.
“Semua jabatan publik penting di republik ini sudah dimafiakan, apalagi Mahkamah Agung,” ujarnya dalam siniar Tinggal Tunggu Waktunya Terbongkar! Ternyata Banyak Mafia di Sekitar Prabowo?! di kanal YouTube Refly Harun, Senin (3/3/2025).
Walhasil, sebut Refly, membuat reformasi hanya sebatas wacana. Institusi-institusi ini tidak lagi independen, sebab sistem yang ada telah dikuasai oleh kepentingan tertentu yang sulit untuk digoyahkan.
Parahnya, jelas Refly, kondisi ini tidak hanya terjadi di lingkup birokrasi pemerintahan, tetapi juga dalam sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan.
“Tidak hanya dalam pemerintahan, mafia politik juga telah mengakar dalam sistem hukum, termasuk Mahkamah Agung,” terangnya.
Menurutnya, sulit untuk melakukan perubahan yang mendasar dalam pemerintahan dan sering kali hanya menjadi wacana tanpa langkah konkret. Salah satu wacana yang muncul adalah melakukan shutdown Mahkamah Agung guna membangun ulang sistem peradilan dari nol, sehingga wacana ini memicu perdebatan luas di kalangan masyarakat hukum dan politik.
“Membubarkan Mahkamah Agung bukan solusi, karena masalahnya bukan sekadar institusi, tetapi sistem yang telah dikuasai oleh mafia hukum,” tegas Refly Harun.
Artinya, jelas Refly, reformasi hukum bukan hanya soal mengganti pejabat atau institusi, tetapi tentang membersihkan jaringan yang telah menguasai sistem dari dalam.
“Apakah solusi radikal ini benar-benar bisa diterapkan, atau justru memperburuk ketidakstabilan hukum di Indonesia?” jelasnya.
Namun yang jelas, tegas Refly, ketika sistem peradilan tidak lagi independen, maka keadilan hanya menjadi alat permainan kekuasaan.
“Saat jabatan publik strategis lebih ditentukan oleh kepentingan politik daripada kapabilitas, maka kebijakan yang dihasilkan tidak akan berpihak kepada rakyat,” ujarnya.
Refly juga mengulas keberanian politik Presiden Prabowo dalam menyelesaikan dilema antara mempertahankan stabilitas politik atau mengambil langkah tegas untuk membongkar jaringan yang ada di lingkarannya sendiri.
“Jika seorang pemimpin tidak memiliki keberanian politik, maka ia hanya akan menjadi boneka dari kepentingan yang lebih besar,” ujar Refly Harun.
Dugaan ini, beber Refly, semakin diperkuat dengan pola penempatan pejabat dalam jabatan strategis yang lebih mengutamakan loyalitas politik dibandingkan transparansi dan meritokrasi, yang pada akhirnya dapat menghambat perbaikan sistem secara menyeluruh.
“Banyak posisi strategis diisi bukan berdasarkan kapasitas atau rekam jejak, melainkan atas dasar kepentingan politik. Ini yang membuat sistem tidak berjalan profesional dan sulit diperbaiki,” ungkapnya.
Kalaupun pemerintah punya keberanian politik, maka akan timbul masalah baru, yaitu pemerintah berpeluang menjadi otoriter.
“Dia (pemerintah) bisa melakukan reformasi, jika kuat tapi tidak baik hati, dia bisa menjadi otoriter,” pungkasnya.[] Zainard
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat