Refleksi 2024, UIY Paparkan Makna Berkah dan Fasad

 Refleksi 2024, UIY Paparkan Makna Berkah dan Fasad

Mediaumat.info – Merefleksi kondisi umat di 2024, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menyampaikan dua istilah yang disebut oleh Allah SWT yakni berkah dan fasad.

“Yang pertama itu yang disebut dengan berkah dan yang kedua disebut dengan fasad,” ujarnya dalam Fokus Spesial: Refleksi Akhir Tahun 2024 dan Masa Depan Umat Islam, Selasa (31/12/2024) di kanal YouTube UIY Official.

Istilah berkah, sambungnya, senada dengan rahmat yang berarti segala sesuatu berkaitan dengan kebaikan yang bisa dipastikan semua orang menyukai. Sedangkan fasad, juga bisa dipastikan orang tak akan menyukai sebab istilah ini bermakna keburukan atau kerusakan.

Dengan kata lain, di mana pun berada semua manusia tentu menginginkan keberkahan. Dan di saat yang sama tak mau mengalami atau mendapatkan kerusakan atau keburukan.

“Kalau tadi kita sudah banyak berbicara tentang macam-macam, itu semua kan sebenarnya menunjukkan apa yang manusia tidak suka kerusakan,” sebutnya, menyinggung persoalan politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, hingga kesehatan dan keamanan yang saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Tengoklah sikap pemerintah yang sebelumnya bersikeras menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Maksudnya, meski penaikan PPN dibatalkan untuk sejumlah barang dan jasa tetapi berlaku bagi barang yang saat ini tergolong Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM), hanya karena melihat potensi penambahan penerimaan negara sekitar Rp80 triliun, pemerintah terkesan selalu benar karena merasa sudah sesuai dengan amanat perundangan. Padahal hal itu berdampak buruk bagi puluhan juta rakyat.

“Kalau pajak dengan naik satu persen, PPN menjadi 12 persen tadi disebutkan dapat 70, 80 triliun. Tapi itu ‘nyiksa’ sekian puluh juta rakyat Indonesia,” ucapnya.

Sementara, lebih dari 90 persen sumber daya alam sektor batu bara dengan potensi penerimaan negara mencapai ribuan triliun rupiah, tata kelolanya justru diserahkan kepada swasta.

Dikutip dari alwaie.net dalam rubik Iqtishadiyah yang berjudul Peran Negara dan Swasta dalam Pengelolaan Tambang (28/11/2021) misalnya, PT Bukit Asam, satu-satunya BUMN batu bara, pada 2019 hanya memproduksi sekitar 28 juta ton atau 4,5 persen dari total produksi sebesar 616 juta ton per tahun. Sisanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta, seperti Kaltim Prima Coal (60,9 juta), Adaro Indonesia (51,6 juta), Kideco Jaya Agung (34,5), Berau Coal (32,3 juta) dan Arutmin Indonesia (26,4 juta).

Padahal, harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan Oktober 2024 dihargai USD149,4/ton atau Rp2.390.400 (kurs USD Rp16.000).

Artinya, potensi negara untuk mendapatkan ribuan triliun dari sektor batu bara yang jumlah produksinya ratusan juta ton itu menguap begitu saja.

Untuk itu, selain bersabar menghadapi situasi yang menurut UIY tak mudah ini, umat harus menyadari pula pentingnya mengalokasikan energi untuk melakukan hal-hal substansial, bahwa kerusakan ini tak bakalan berubah menjadi baik kalau tidak melakukan perubahan-perubahan yang fundamental.

Perspektif Filosofis

Maka itu penting sekali mencari akar masalah dari semua ini. Tidak cukup dengan perspektif teknis ekonomi, politik, dsb. yang kerap ‘diakali’, dibutuhkan perspektif filosofis fundamental untuk bisa meneropong permasalahan secara lebih mendalam.

“Maka kalau kita berbicara tentang 2024 dan 2025, mustinya ya perspektif ini yang harus dipahami betul sebagai bekal untuk melangkahkan masa depan,” tandasnya, seraya menegaskan inilah perspektif yang benar.

Pasalnya, berapa kali pun berganti tahun namun umat tak menggunakan perspektif ini, keterpurukan bakal terus terjadi bahkan cenderung makin buruk. “Jangan harap kau akan mendapatkan hasil yang berbeda (menjadi baik) kalau caramu melakukan tetap sama,” paparnya, berlogika sederhana.

Ia menyandarkan cara pandang ini ke QS Ar-Rad ayat ke-11, yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Menurutnya, perubahan dari kondisi yang rusak menuju keberkahan harus dimulai dari kemampuan otak terlebih dahulu untuk kemudian bisa melihat fakta persoalan kemudian menemukan solusi yang sebenarnya.

“Di situlah takwa itu penting sekali,” tegasnya, sebagaimana Rasulullah SAW pernah mengingatkan Sahabat Abu Dzar Al-Ghifari tentang suatu jabatan.

Ketika usai menanyakan perihal jabatan, bahu Abu Dzar pun ditepuk oleh Rasulullah dan bersabda: “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan hak dan melaksanakan tugas dengan benar” (HR Muslim).

Kata UIY, kala itu Nabi SAW ingin menghubungkan antara yang terjadi di dunia dengan yang bakal terjadi di akhirat itu. “Koneksi itu yang sekarang enggak ada (pada umat saat ini),” kata UIY menerangkan.

Dengan demikian, untuk bisa mendapatkan kebaikan dan keberkahan, diharapkan atas Muslim agar isi hati, perilaku, pikiran serta harapannya sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,” pungkasnya, mengutip QS al-A’raf: 96.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *