Refleksi 2023, Siyasah Institute: Harus Pakai Islam agar Problematika Dapat Diselesaikan

Mediaumat.info – Merefleksi berbagai peristiwa yang terjadi selama tahun 2023 khususnya pada bidang politik, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar memandang, umat harus memakai syariat Islam agar berbagai problematika dapat diselesaikan dengan benar.

“Umat harus pakai syariat Islam, bukan demokrasi. Baru berbagai problematika utama akan diselesaikan dengan benar,” tuturnya kepada media-umat.info, Sabtu (30/12/2023).

Tiga Hal

Iwan membeberkan, berdasarkan pengamatannya sepanjang tahun 2023 persoalan politik yang paling menonjol paling tidak ada tiga hal. Pertama, terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerima gugatan soal usia cawapres yang kemudian memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.

“Ini keputusan paling kontroversial dan memalukan dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Dulu, orang mengkritik Orde Baru karena nepotisme-nya tapi faktanya anak-anak Pak Harto baru naik ke kabinet di akhir masa jabatan Soeharto. Ini, luar biasa, belum sepuluh tahun berkuasa keluarga Jokowi sudah menduduki jabatan penting di pemerintahan baik di tingkat kepala daerah, ketua MK dan sekarang maju jadi cawapres. Apalagi dengan cara yang busuk,” ungkapnya.

Kedua, tertangkapnya dua menteri di kabinet Jokowi dalam kasus korupsi dan satu wakil menteri. Itu, menurut Iwan, menambah cacat pemerintah karena menjadi pemerintahan dengan jumlah menteri terbanyak terbelit kasus korupsi.

“Kalau di Jepang, sudah bubar itu pemerintahannya. Tapi kalau di Indonesia, yang katanya Pancasila, tak ada istilah etika politik rasa malu,” tandasnya.

Ketiga, terkait cawe-cawe (intervensi) Presiden dalam pemilu 2024 dengan dalih tanggung jawab moral, yang berujung pada keberpihakan satu pasangan calon (paslon).

Persoalan tersebut menurut Iwan disebabkan karena demokrasi itu sendiri yang membuka ruang lebar masuknya kepentingan oligarki untuk diakomodir dalam pemerintahan melalui politik transaksional.

“Mulai dari nomor satu sampai tiga peristiwa politik di atas hulunya adalah mempertahankan kepentingan oligarki, yakni korporasi yang melakukan investasi politik dalam pemilu dan pemerintahan,” bebernya.

Solusi

Karena itu, menurutnya, tidak ada solusi lain kecuali meninggalkan sistem demokrasi. Sistem tersebut telah usang, ketinggalan zaman dan cacat sejak lahir karena hanya berpihak pada segelintir orang.

“Aneh bila sistem politik yang sudah jelas rusak ini masih juga dipertahankan. Selain itu, demokrasi tidak mungkin mengakomodir kepentingan ajaran Islam kecuali sedikit dan yang membawa maslahat cuan seperti umrah, haji, pernikahan, zakat, lisensi produk halal. Demokrasi tidak akan mengakomodir pelarangan LGBT, hukum potong tangan, penguasaan sumber daya alam (SDA) menjadi milik umum dan ditarik dari swasta asing aseng maupun lokal. Itu tidak mungkin diterima sistem demokrasi,” pungkasnya.[] Ade Sunandar

Share artikel ini: