Refleksi 2022, Isu Radikalisme Bungkam Nalar Kritis Umat
Mediaumat.id – Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menuturkan pada 2022, pemerintah masih menjalankan isu radikalisme untuk membungkam nalar kritis umat Islam. “Pemerintah masih jalankan isu radikalisme untuk membungkam nalar kritis umat Muslim dan perjuangan menegakkan syariat, tanpa pernah memberikan penjelasan yang definitif tentang radikalisme itu sendiri apa,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Kamis (29/12/2022)
Menurutnya, rezim mengikuti arus besar dunia yang menyerang Islam dengan tema kontra radikalisme dan berlanjut pada kontra terorisme. “Dengan isu radikalisme yang tidak pernah jelas definisinya ini, maka rezim dan circle-nya bisa bebas mempersekusi siapa saja, termasuk memusuhi ajaran Islam terutama tema jihad dan khilafah,” ungkapnya.
Iwan mengatakan, radikalisme tidak pernah dijabarkan dengan definitif karena pasti sama dengan melawan ajaran Islam itu sendiri. “Ini kebijakan paling islamfobia karena dengan kebijakan ini semua ormas yang berjuang untuk Islam dibredel, dan umat dipaksa mengikuti arus moderasi beragama,” tegasnya.
Lebih lanjut, ujar Iwan, rezim mengarusbesarkan moderasi beragama, Islam moderat yang dikemas dengan nama Islam Nusantara. “Dengan paham ini penguasa terutama melalui Kemenag dan ormas yang menjadi bumper rezim terus menerus menggerus ajaran Islam dengan dalih moderasi beragama, lalu mempersekusi orang-orang yang dianggap tidak moderat dalam beragama,” bebernya.
Rezim juga menempatkan ajaran jihad dan khilafah sebagai musuh padahal, menurutnya, itu merupakan bagian dari ajaran Islam. “Apalagi kekhilafahan disebut ulama sebagai tajul furudh, mahkotanya kewajiban. Tanpa kekhilafahan, ajaran Islam tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna,” katanya.
Selain itu, Iwan menilai pemerintah melalui Kemendikbud mulai membatasi syiar dan anjuran jilbab untuk para siswi di sekolah-sekolah negeri. Memang siswi tidak dilarang berjilbab, tapi sekolah dan guru diancam sanksi bila mengajarkan apalagi menyuruh siswi berjilbab. “Ini keterlaluan,” kesannya.
Menurutnya, semangat mengarusbesarkan moderasi beragama juga dimasukkan dalam UU Pesantren, juga Peta Jalan Pendidikan Nasional. “Malah di Peta Jalan Pendidikan Nasional kata agama dihilangkan,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it