Mediaumat.id – Merefleksi peristiwa yang paling menunjukkan kuatnya cengkeraman korporatokrasi berikut para oligarkinya di negeri ini sepanjang 2022, Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardhana memaparkan beberapa catatan besar.
“Catatan kritis saya terkait dengan kebijakan publik tahun 2022 ada beberapa poin yang mungkin tidak semuanya tapi yang saya catat cukup besar,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Jumat (30/12/2022).
Pertama, Respons atas rencana pengesahan super cepat Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN).
Menurutnya, berkaca pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (UU Cilaka) inkonstitusional bersyarat, pembahasan RUU IKN juga belum melibatkan partisipasi publik, yang berarti tidak melibatkan semua unsur masyarakat, baik petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan, dan organisasi masyarakat sipil.
Artinya, putusan terkait RUU IKN yang sangat terburu-buru dengan rapat maratonnya hingga dini hari serta minim partisipasi dan konsultasi publik itu telah membuat banyak pihak menolak. Pasalnya, disinyalir bakal membebani APBN dan sangat berpotensi memperparah ekologi di sana. Ditambah secara geologis pun banyak kelemahan, sarat kepentingan kapitalis oligarki dan pelibatan pihak asing.
“Kebijakan publik kita sering tidak representatif rakyat dan malah menimbulkan penderitaan pada rakyat,” tandasnya.
Menurutnya, itu terbukti dengan disetujuinya pembiayaan dari APBN sekalipun, harapan bakal menarik banyak investor yang masuk pun tidak terpenuhi. Padahal pemerintah juga akan memberikan izin Hak Guna Bangunan (HGB) selama 80 tahun dan dapat diperpanjang hingga 160 tahun.
Belum lagi tentang aset-aset atau barang milik negara yang ada di Jakarta yang menurut aturan sebelumnya hanya boleh dioptimalisasi, semisal skema kerja sama atau disewakan, pun nyatanya bisa dipindahtangankan. “Pada kenyataannya bisa dipindahtangankan dalam UU IKN itu dan peluang ini bisa jadi akan dilego,” ungkapnya.
Dengan demikian, dari proyek pembangunan IKN itu ia menduga kuat kalangan oligarki dan para kapitalislah yang bakal mendapatkan keuntungan besar di balik ini semua.
Kedua, terkait penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam hal ini BPJS. Menurutnya, dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, kepesertaan BPJS ternyata menjadi syarat untuk bisa mengurus SIM, STNK, SKCK, umrah, haji, termasuk jual beli tanah.
Padahal, kesehatan seluruh rakyat sebenarnya menjadi tanggung jawab negara. Namun dengan program JKN berikut skema layaknya asuransi, rakyatlah yang dibebani biaya-biaya kesehatannya sendiri.
“Tentu ini beban yang sangat berat buat rakyat di tengah kondisi ekonomi yang semakin lemah, ekonomi yang belum terselesaikan pasca pandemi Covid-19,” tukasnya.
Padahal pula, tegasnya, negeri ini sangat kaya dan sangat memungkinkan memberikan pembiayaan kesehatan murah bahkan gratis kepada rakyatnya.
Ketiga, kelangkaan minyak goreng yang terjadi di akhir 2021 tetapi hingga Maret 2022 masih tetap ditemukan. “Sebagai negara yang memproduksi sawit dan CPO terbesar di dunia, Indonesia justru tidak bisa berdaulat atas ketersediaan minyak goreng,” ucapnya.
Ditambah kemudian, fenomena yang ia anggap lucu, ketika harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 dicabut pemerintah sejak Rabu (16/3/2022), seketika minyak goreng membanjiri rak-rak etalase di sejumlah supermarket hingga ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart.
“Ini sungguh menunjukkan bahwa pemerintah kalah melawan kartel minyak sawit termasuk juga kartel CPO,” sebut Agung.
Keempat, yang juga menurutnya cukup menyedot perhatian publik adalah keputusan pemerintah yang berdalih beban subsidi akan membengkak hingga Rp 502,4 triliun lantas menaikkan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar untuk mencegahnya.
Pada Sabtu (3/9/2022) lalu, kata Agung sedikit mengulas, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif saat mendampingi Jokowi dalam konferensi pers perihal pengalihan subsidi BBM yang ditayangkan akun _Youtube Sekretariat Presiden, mengumumkan harga pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter, solar subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter, dan berlaku sejam sejak diumumkan, yaitu pada pukul 14.30 WIB ketika itu.
Sebagaimana dipahami, apabila harga dua jenis BBM tersebut dinaikkan akan berimbas pada penaikan harga komoditas lainnya. Terlebih biaya produksi dan harga komoditas pangan juga akan meningkat. Padahal menurut Agung, dari sektor pangan saja telah menyita porsi hingga 70 persen anggaran masyarakat menengah ke bawah dalam hal pengeluaran.
“Terbayang bagaimana beban yang akan ditanggung oleh kalangan rakyat secara keseluruhan bila BBM pertalite dan solar bersubsidi ini dinaikkan,” ucapnya prihatin.
Belum lagi persoalan serapan tenaga kerja yang bakal tergerus akibat PHK massal. “Risiko kebangkrutan UMKM juga cukup luas, ujungnya PHK massal dan angka pengangguran juga akan meningkat, ujungnya ya kemiskinan meningkat dan kesenjangan sosial pun akan meningkat,” paparnya.
Mengabdi kepada Oligarki
Tak ayal, semua catatan tersebut menunjukkan bahwa lembaga eksekutif maupun legislatif selama ini mengabdi kepada kepentingan oligarki. “Diduga kuat ini (eksekutif dan legislatif) hanya mengabdi kepada oligarki, kepentingan asing maupun kepentingan aseng,” cetusnya.
Sementara, rakyat secara keseluruhan yang harus menanggung dampak buruknya. Padahal secara umum, rakyatlah yang sebenarnya memiliki aset negeri ini sehingga mengharuskan betul-betul memperoleh perhatian dari pemerintah.
Kapitalisme vs Islam
“Itu semua enggak bisa dipungkiri karena sistem oligarki ini adalah hasil dari sekularisme, demokrasi dan kapitalisme dan ruang kerja sama demokrasi dan kapitalisme itu nyata sekali,” sebutnya.
Jelasnya, demokrasi membutuhkan biaya tinggi. Maka diambillah dari para kapitalis atau pemodal. Sedangkan para pemilik modal membutuhkan peraturan perundang-undangan maupun ketentuan lain yang memberikan peluang kepada mereka untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada.
“Ini seperti dua sisi mata uang dan akhirnya dengan kondisi seperti ini kerusakan terjadi di mana-mana baik kerusakan pada pelayanan rakyat maupun kerusakan lingkungan,” katanya.
Makanya, berangkat dari situ masyarakat harusnya mulai berpikir dan mengarahkan fokus pada suatu sistem yang bisa mengentaskan umat dari semua persoalan tadi.
“Di sinilah kita harus mulai berpikir dan mengarahkan fokus kita pada sistem yang dibuat oleh Allah SWT yaitu sistem Islam,” tegasnya, sembari melansir QS al-Maidah ayat 50 yang artinya, ‘Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Dan hukum siapa yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang yakin?’
Dengan itu, kata Agung meyakinkan, Allah SWT akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi kepada seluruh manusia. “Itu semua tentu akan kembali pada kemaslahatan untuk rakyat secara keseluruhan Muslim maupun non-muslim,” pungkasnya.[] Zainul Krian