Refleksi 100 Tahun Dunia Tanpa Khilafah, UIY: Umat Harus Bangkit
Mediaumat.info – Sepanjang belum ada yang mampu mewujudkan persatuan secara konkret, maka selama itu juga umat Islam dalam keadaan ‘lemah’. Hal ini dipaparkan Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) dalam Focus to The Point: 100 Tahun Tanpa Khilafah, Selasa (20/2/2024) di kanal YouTube UIY Official.
Karenanya, secara kekinian, umat Islam harus bangkit untuk bisa terhindar dari segala dampak negatif peradaban saat ini. “Akan terus berlangsung begini terus keadaannya dengan seluruh dampak-dampak negatifnya, jika umat Islam tidak segera bangkit,” tuturnya.
Seperti diketahui bersama, menjelang 3 Maret 2024, bertepatan 100 tahun peringatan keruntuhan kekhilafahan Islam, dunia Muslim masih sama dengan siklusnya.
Artinya, tidak ada lagi institusi yang bisa menyatukan umat Islam dalam ikatan yang kuat, kokoh dan nyata. Terutama menghadapi serbuan musuh-musuh Islam yang menghendaki peradaban syahwat duniawi menguasai dunia.
Bahkan, kata UIY lebih lanjut, umat saat ini kehilangan sesuatu yang amat berharga yakni penjaga agama dalam hal ini Islam, sebagai sebuah eksistensi pengatur kehidupan masyarakat dan negara.
“Ia (Islam) tidak lagi dipakai untuk mengatur kehidupan masyarakat dan negara,” ujarnya.
Ditambah, ketika penjaga dimaksud tidak ada, maka hilang pula peradaban agung yang justru menurut para sejarawan telah mewarnai dunia lebih dari 700 tahun.
Adalah di antaranya Karen Armstrong, sejarawan sekaligus penulis Yahudi dan Kristen, di dalam bukunya A History of Jerusalem: One City, Three Faiths (London: Harper Collins Publishers, 1997), menulis “Di bawah Islam, orang-orang Yahudi menikmati masa keemasan di Andalusia.”
Lantaran itu, kata UIY lebih lanjut, yang rugi bukan hanya umat Islam tetapi non-Muslim termasuk kaum Yahudi. “Jangan salah, bahwa orang yahudi itu, itu menikmati kebaikan itu bukan sekarang ini, bukan ketika negara Zionis itu berdiri. Bukan,” ungkapnya, menyinggung pendudukan penjajah Yahudi atas tanah Palestina.
Akhirnya, saat ini umat Islam dan umat manusia pada umumnya berkubang dalam peradaban selain Islam yang UIY sebut peradaban sampah.
Sebutlah eksploitasi, penjajahan, dehumanisasi, kesenjangan kaya miskin, yang menurutnya justru mengancam eksistensi kehidupan manusia baik secara fisik maupun nonfisik dalam hal ini, sosial, politik, dsb.
Tengok pula upaya genosida atas warga Gaza, Palestina, yang merupakan salah satu dampak ikutan langsung dari ketiadaan khilafah, di antara nestapa umat Islam di berbagai belahan bumi lainnya.
Lantas ia pun mengutip hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, yang artinya: “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan menempel di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka bersamanya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab selanjutnya.”
Tak ayal, untuk melindungi kehormatan seorang Muslimah yang kala itu diganggu orang kafir Romawi, Khalifah al-Mu’tashim Billah mengirimkan puluhan ribu pasukan lengkap.
“Untuk melindungi perempuan itu, dikirim pasukan lengkap, empat puluh ribu untuk melindungi satu orang perempuan,” ulasnya, mengenai peristiwa yang tercatat dalam kisah Penaklukan Kota Ammuriah pada tahun 223 Hijriah.
Substansi Khilafah
“(Khilafah) itu dikatakan sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menerapkan hukum syariat Islam, dan mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia,” terangnya.
Dari uraian ini, kata UIY lebih lanjut, tampak 3 hal penting yakni kepemimpinan umum yang mewujudkan ukhuwah islamiah, penerapan syariah islam secara kaffah, serta mendakwahkan ke seluruh penjuru dunia.
Dengan kata lain, ketika institusi dan kepemimpinan dalam Islam yaitu khilafah berikut khalifahnya tidak ada, maka praktis tak ada pula yang mampu mewujudkan ukhuwah secara nyata.
“Itu yang terjadi di Palestina. Bagaimana mungkin. Coba pikirkan jumlah kita umat Islam ini hari hampir dua miliar, kok bisa keok tak berdaya melawan sebuah negara kecil yang penduduknya itu kurang lebih 7,6 juta saja,” lontarnya, seraya menyebut hal yang tak masuk akal ini.
Sehingga, peringatan 100 tahun umat tanpa khilafah seharusnya memberikan pelajaran betapa sangat relevan kebutuhan umat saat ini terhadap khilafah.
Untuk itu, momen ini harusnya pula memberikan spirit perjuangan agar umat kembali menegakkannya. “Ini bukan soal romantisme, bukan soal meratapi kekalahan, tetapi kita sedang menarik ibrah dari sebuah peristiwa di masa lalu,” tandasnya.
Terlebih, menerapkan hukum-hukum yang berasal dari Allah SWT dalam segala aspeknya adalah wajib. Sementara hal ini tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa adanya kekuasaan Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah.
Maka, berdasarkan kaidah syar’iyah, eksistensi khilafah hukumnya menjadi wajib, dan mengupayakannya hukumnya fardhu kifayah. “Di dalam kitab apa pun disebutkan khilafah itu fardhun kifayatun,” pungkasnya. [] Zainul Krian