Ratusan Mahasiswa Terjerat Pinjol, Siyasah Institute: Akibat Sistem Kapitalisme

Mediaumat.id – Merespons ratusan mahasiswa IPB yang terjerat utang pinjaman online sampai didatangi para debt collector, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menyatakan persoalan mendasar adalah sistem kapitalisme yang menghalalkan pinjaman ribawi.

“Persoalan yang paling dasar soal ratusan mahasiswa terjerat pinjol, adalah berjalannya sistem kapitalisme yang menghalalkan pinjaman ribawi,” ujarnya dalam rilis yang diterima Mediaumat.id, Kamis (17/11/2022).

Menurut Iwan, dalam kapitalisme, utang atau pinjaman adalah bisnis bukan aktivitas sosial. Tak ada makan siang gratis. Lembaga keuangan yang memberi pinjaman benar-benar mencari keuntungan. Dan revolusi teknologi digital menjadikan bisnis pinjaman jadi lebih mudah, cepat, dan bisa diakses siapa saja. Termasuk anak-anak muda seperti para mahasiswa ini.

Iwan melihat, mungkin para mahasiswa tersebut dengan niatan ingin punya penghasilan, meringankan beban orang tua, atau juga termakan iming-iming sukses finansial di usia muda, maka ramai-ramailah mengajukan pinjaman lewat aplikasi online yang ujung-ujungnya seperti tikus masuk jepitan perangkap.

Iwan membeberkan, soal mahasiswa terjerat utang jauh lebih sadis di Amerika Serikat (AS). Ribuan mahasiswa negeri kapitalis itu jatuh dalam apa yang disebut ‘student trap’, perangkap utang mahasiswa untuk biaya kuliah. Penyebab semua itu adalah mahalnya biaya perkuliahan di sana.

Sejak tahun 1978, biaya kuliah di AS naik hingga 1.120 persen. Banyak keluarga dan anak muda AS yang tidak sanggup bayar uang kuliah dari kocek sendiri. Solusinya mereka mengajukan pinjaman pada sejumlah bank atau lembaga keuangan yang disebut program student loan. Rata-rata mahasiswa AS punya total pinjaman pada kisaran US$ 26,950 – US$ 31,450. Kalau dirupiahkan kisarannya Rp 421 juta hingga Rp 491 juta.

“Hasilnya total utang mahasiswa di AS tembus US$ 1,6 triliun, menempati urutan kedua daftar utang terbesar setelah perumahan,” ungkap Iwan.

Pandangan Islam

Iwan menjelaskan, persoalan utang piutang sebenarnya sudah tuntas dalam Islam. Sedari awal Islam sudah menetapkan bahwa utang atau pinjaman adalah amal salih sebagai nilai sosial. Memberi bantuan pinjaman pada sesama itu berpahala.

Sementara soal riba, Iwan mengatakan, tak ada toleransi terhadapnya. Islam memerangi praktik riba dalam muamalah, termasuk dalam utang piutang, baik nilainya kecil maupun besar. Sedangkan untuk keperluan bisnis, Islam juga sudah membuka jalan melalui hukum-hukum syirkah. Sistem usaha yang diajarkan Islam adalah riil, mengedepankan usaha dan kerja keras, dan bukan iming-iming atau jualan mimpi.

“Apalagi soal biaya pendidikan, maka Islam mewajibkan negara untuk menanggung biaya pendidikan rakyatnya mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, termasuk doktoral sekalipun,” ungkapnya.

Iwan mengatakan, yang tidak kalah penting, Islam juga mendidik umatnya termasuk anak-anak muda, untuk menjadi pribadi-pribadi yang qanaah, merasa cukup, dan menjauhkan diri dari jiwa serakah dan panjang angan-angan (tulul amal).

“Maka persoalan utang ribawi apakah via pinjol atau lembaga keuangan macam perbankan tidak akan pernah tuntas selama warga Indonesia masih hidup di alam kapitalisme. Praktik ribawi masih jalan, sedangkan rakyatnya dibuai dengan mimpi-mimpi kenikmatan jadi orang kaya. Hancur sudah,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: