Mediaumat.id – Merespons peristiwa aksi pembakaran Al-Qur’an oleh Rasmus Paludan, politikus yang memiliki kewarganegaraan ganda Swedia-Denmark belum lama ini, memantik pertanyaan soal apa kesalahan dari Al-Qur’an sehingga dibakar sedemikian rupa.
“Apa salah Al-Qur’an sehingga dengan ringannya dia (Rasmus) merobek-robek lalu membakar Al-Qur’an itu?” lontar Cendekiawan Muslim dalam Khutbah Reminders, Jumat (10/2/2023) di kanal YouTube UIY Official.
Bahkan, lanjutnya bertanya, kalau dikatakan kitab Al-Qur’an telah menimbulkan kerusakan, kerusakan macam apa?
Menurutnya, dunia yang saat ini mengalami ketimpangan ekonomi yang luar biasa, yakni yang kaya makin kaya, yang miskin bertambah miskin, justru disebabkan karena penerapan kapitalisme. “Yang menimbulkan kerusakan itu kapitalisme. Kenapa marah kepada Al-Qur’an?” cetusnya.
Bahkan berbagai peristiwa perang semisal Perang Afghanistan, Perang Irak, Perang Teluk Satu maupun Dua, Perang Vietnam, Perang Dunia Satu dan Dua, tidaklah disebabkan atau ditimbulkan oleh Al-Qur’an. “Tidak sama sekali!” tegasnya.
Begitu pula tingkat aborsi di seluruh dunia yang menurut UIY juga sangat mengkhawatirkan. “Apakah itu ditimbulkan oleh Al-Qur’an? Tidak sama sekali!” ucapnya lagi.
“Kerusakan moral, kriminalitas yang terus meningkat di mana-mana, apakah itu ditimbulkan Al-Qur’an? Tidak sama sekali!” tambahnya.
Kalau memang demikian, sekali lagi UIY bertanya, kenapa seseorang bisa meluapkan amarahnya kepada Al-Qur’an?
Lantaran itu, peristiwa pembakaran Al-Qur’an yang dilakukan oleh politikus pendiri partai berhaluan ekstrem kanan bernama Garis Keras atau Stram Kurs tersebut dinilainya sebagai sebuah kebencian yang tidak berdasar. “Kebencian ini kebencian yang tidak punya alasan sama sekali, tidak punya dasar sama sekali,” tandasnya.
Hipokrisme
“Apa (lagi) yang kita bisa lihat dari peristiwa pembakaran (Al-Qur’an) itu? Hipokrisme Barat atau sikap mendua Barat,” lanjutnya, yang berarti di satu sisi, Barat membiarkan bahkan tampak mendukung aksi itu sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, tetapi begitu sampai ke soal-soal keislaman misalnya, tidak berlaku alasan kebebasan.
“Katanya mereka menjaga kebebasan berekspresi, tapi mengapa begitu sampai kepada soal-soal keislaman tidak ada lagi itu kebebasan berekspresi?” ujar UIY.
Di antaranya, usaha membangun masjid di Swedia yang dipersulit, dan pelarangan memakai burdah atau cadar bagi Muslimah di Prancis. “Apakah itu mengganggu stabilitas nasional, memacetkan jalan? Tidak sama sekali,” ucapnya.
Pun demikian umat Islam di Belanda yang dilarang menyembelih hewan kurban sesuai dengan ketentuan syariah. Dengan kata lain, boleh disembelih tetapi hewan kurban harus disetrum terlebih dahulu. Padahal, ujar UIY, bisa jadi kondisi hewan sebelum disembelih sudah dalam keadaan mati.
Lemahnya Umat Islam
Di sisi lain, UIY menyampaikan, peristiwa pembakaran Al-Qur’an itu juga menunjukkan betapa lemahnya kondisi umat Islam saat ini. “Kita umat Islam hanya bisa protes, demo di mana-mana, bagus itu. Tetapi itu tidak cukup untuk menghentikan semua penghinaan-penghinaan itu,” terangnya.
Untuk diketahui, jumlah keseluruhan umat Islam di seluruh dunia sudah menyentuh angka 1,7 miliar orang. Namun, sayangnya, tidak bisa menindak penghina Al-Qur’an semacam Rasmus Paludan.
“Kenapa kita lemah? Karena kita tidak bersatu. Kenapa kita tidak bersatu? Karena kita tidak memiliki pemimpin dan institusi yang menyatukan kita. Kenapa kita tidak punya pemimpin dan tidak punya institusi yang menyatukan kita itu? Karena pada saat yang sama kita juga melakukan ‘penghinaan’ terhadap Al-Qur’an,” runtut UIY, seraya mengutip QS al-Furqan: 30 yang artinya:
‘Dan Rasul (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini (mahjura) diabaikan’.
Ditambah, statistik resmi pernah menyebut hingga 52 persen bahkan lebih, kaum Muslim belum bisa membaca Al-Qur’an, apalagi menadaburi Kalam Allah SWT tersebut.
Akhirnya, untuk bisa memahami isi Al-Qur’an hingga mengamalkannya pun tidak bisa dilakukan. “Riba disebut oleh Al-Qur’an haram, (tetapi) umat Islam mengambil riba,” tukasnya, mencontohkan ayat ke-275 surah al-Baqarah tentang larangan riba tetapi malah dijadikan salah satu pilar perekonomian di negeri ini.
Lebih-lebih, yang menjadi nasabah paling besar dari bank-bank ribawi justru umat Islam sendiri. Begitu juga para pegawai hingga pimpinannya. Padahal jelas, kata UIY kembali, Allah SWT dengan tegas mengharamkan riba.
Lebih celaka lagi, ketika ada usaha menegakkan hukum atau ajaran Al-Qur’an, misalnya, umat Islam juga yang menghalang-halangi. Bahkan melabeli dengan sebutan tak senonoh dengan istilah radikal-radikul segala macam.
Padahal pula, imbuh UIY, jikalau isi Al-Qur’an diamalkan atau diwujudkan secara keseluruhan bakal membawa kebaikan kepada kaum Muslimin termasuk persatuan dan kesatuan umat, yang dengannya, tak satu pun orang bahkan negara sekalipun berani melawan terlebih menghina Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW, dan tentu saja ajaran Islam lainnya.
Tak seperti sekarang ibarat buih di lautan, keberadaan umat Islam sedikit sekali diperhitungkan. Hal yang tidak terjadi tatkala diikat menjadi satu layaknya sapu lidi yang kata UIY, umat Islam bakal kokoh dan kuat.
Persis di masa lalu, di era Khalifah Abdul Hamid II. Ketika itu, di Inggris dan Prancis bakal digelar pertunjukan semacam opera yang di dalamnya terdapat lakon Nabi Muhammad SAW. Tetapi seketika Sang Khalifah mengultimatum bakal melancarkan jihad ke pemerintahan Inggris dan Prancis jika membiarkan gelaran berlanjut.
Lantas dengan cepat pemerintah Inggris dan Prancis kala itu pun melarang rencana pementasan opera. “Ah, begitu mustinya,” cetusnya.
“Jangan lagi bertindak, berpikir menghina Nabi, berpikir menghina Al-Qur’an, berpikir menghina Islam pun mereka sudah takut,” imbuhnya.
Hal demikian, kata UIY, hanya mungkin terjadi jikalau hukum-hukum Al-Qur’an diamalkan oleh umat Islam. Dan mestinya lagi, dari peristiwa pembakaran ini menyadarkan betapa pentingnya umat Islam memiliki kekuatan.
Artinya, peristiwa ini harus mampu membangkitkan umat untuk hanya kembali kepada Al-Qur’an. Tak hanya itu, tambahnya, sangat penting juga berjuang bersama-sama demi terwujudnya kehidupan Islam berikut pemimpinnya yang menyatukan kaum Muslimin yang berlandaskan Al-Qur’an.
Mengutip QS Ali Imran: 110, ia pun memohon kepada Allah SWT agar peristiwa ini memberikan hikmah besar yang membangkitkan umat untuk meraih kembali predikat sebagai umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.[] Zainul Krian