Rasisme Polisi Institusional, Bukan Hanya Oknum

 Rasisme Polisi Institusional, Bukan Hanya Oknum

Sebuah laporan resmi menuduh polisi sering menyalahgunakan kekuasaan dalam penggeledahan anak-anak, di mana anak-anak kulit hitam 11 kali lebih mungkin daripada rekan kulit putihnya untuk dipilih oleh petugas penyalahgunaan kekuasaan ini.

Studi tersebut menemukan bahwa polisi tidak mengikuti aturan di mana lebih dari separuh penggeledahan dilakukan dengan penelanjangan, yang berarti ada “ketidakpatuhan yang meluas”, bahkan di separuh dari semua penggeledahan tidak ditemukan bukti atas apa yang dituduhkannya.

Komisioner anak-anak untuk Inggris, Dame Rachel de Souza, mengatakan: “Saya sangat prihatin dengan disproporsionalitas etnis yang ditunjukkan dalam angka-angka ini, dan kurangnya perlindungan yang tepat untuk anak-anak selama pengalaman yang seringkali traumatis dan memalukan.”

De Souza menambahkan: “Di seluruh Inggris dan Wales, polisi menggeledah anak-anak dengan ditelanjangi sebagai bagian dari proses penggeledahan, dan ada bukti praktik yang sangat memprihatinkan. Temuan saya, termasuk bukti ketidakpatuhan yang meluas terhadap perlindungan undang-undang yang berlaku untuk melindungi anak-anak, juga terhada orang dewasa, di mana lebih dari setengah penggeledahan dengan penelanjangan dilakukan di sekolah, kendaraan polisi, dan di tempat umum. Angka-angka itu muncul setelah laporan yang memberatkan pekan lalu ke Polisi Metropolitan oleh Baroness Casey, yang mengatakan bahwa komunitas kulit hitam London “terlalu diawasi dan kurang dilindungi.” (www.theguardian.com, 22/3/2023).

Sudal terlalu lama alasan yang diberikan ketika kejahatan terungkap bahwa itu hanya oknum saja, seolah-olah masalahnya hanya pada kerusakan individu dari beberapa individu saja. Namun, terbukti dengan jelas, terlepas dari penyangkalan para perwira polisi senior di Inggris, bahwa kepolisian secara keseluruhan, bersama dengan banyak lembaga nasional lainnya, yang pada intinya adalah rasis.

Bagaimana nilai-nilai yang tidak pantas seperti itu ada di dalam institusi yang seharusnya menyelidiki dan mencegah kejahatan bermotif rasial? Jawabannya adalah bahwa rasisme bukan khas kepolisian saja, tetapi berakar lebih dalam pada nilai-nilai sekuler Inggris, kebijakan pemerintah, dan liputan media tentang etnis minoritas. Memang tinjauan pemerintah baru-baru ini terhadap kebijakan “Pencegahan” yang gagal merekomendasikan agar para petugas tidak terlalu fokus pada radikalisasi kelompok kanan yang tumbuh di kalangan pemuda, sehingga mereka dapat menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk mencegah Muslim menjadi terlalu Islami. Dengan kata lain, rasisme harus ditoleransi, tetapi Islam sama sekali tidak bisa ditoleransi.

Standar ganda atau kemunafikan itu ada dalam DNA ideologi sekuler, yang dasarnya adalah kompromi dangkal antara dua gagasan yang berlawanan, sehingga benar dan salah tidak memiliki tempat dalam masyarakat sekuler, perhatiannya hanya pada masalah kenyamanan dan kepentingan pribadi.

Silakan baca artikel berikut untuk wawasan lebih lanjut tentang hubungan Inggris dengan rasisme: Britain’s Legacy of Racism, di situs Hizbut Tahrir Inggris (www.hizb.org.uk). [Yahya Nisbet – Perwakilan Media Hizbut Tahrir di Inggris]

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 29/3/2023.

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *