Mediaumat.news – Dukungan ratusan ribu penentang junta militer kepada Muslim Rohingya yang membanjiri media sosial, dinilai Direktur Institute Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara sebagai kesadaran rakyat Myanmar atas wajah buruk penguasa mereka yang kejam, rasis dan radikal.
“Krisis politik Myanmar akibat kudeta dan kekejaman junta terhadap pengunjuk rasa, bisa jadi telah menjadi trigger (pemicu) kesadaran akan kekejian rezim yang merupakan simbiosis antara tangan besi, rasis dan kekuatan Budha radikal yang tidak akan pernah memberi tempat pada Muslim Rohingya,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Ahad (23/5/2021).
Fika menilai, fenomena ratusan ribu pengunjuk rasa anti-militer Myanmar yang membanjiri media sosial dengan foto dukungan solidaritas terhadap Rohingya itu menunjukkan mulai terbukanya kesadaran rakyat Myanmar akan wajah buruk penguasa mereka selama ini. “Rezim Myanmar selama beberapa dekade ini telah mengusir, menganiaya bahkan membantai Muslim Rohingya,” ujarnya.
Kendati demikian, menurutnya, Muslim Rohingya hanya bisa berharap pada Islam dan dukungan yang disandarkan pada syariah Islam, bukan yang lain. “Namun dalam skala komunitas, saya pikir dukungan sekecil apapun harus dimanfaatkan untuk membuka ruang bagi dakwah Islam, ruang dialog kepada mereka yang mulai bersimpati pada Rohingya agar mampu untuk melihat bahwa Islam memiliki solusi untuk Muslim Rohingya bahkan untuk krisis Myanmar lebih jauh,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Fika mengatakan, dalam skala lebih luas, banyak aktor-aktor asing bermain memanfaatkan mobilisasi dukungan untuk memuluskan agenda negara-negara besar. “Kita sudah melihat posisi geopolitik Myanmar sebagai poros konflik selama puluhan tahun, terlalu banyak kekuatan asing bermain yang juga mengambil keuntungan dari konflik berkepanjangan ini. Maka, kewaspadaan dan kesadaran politik Islam harus terus dibangun dan disiagakan agar umat Islam tidak lagi menjadi bulan-bulanan permainan geopolitik negara asing,” tegasnya.
Menurutnya, Muslim Rohingya memiliki hak penuh untuk memulai hidup baru di tanah kaum Muslim, bukan hidup dalam ketertindasan di negeri kufar. Mereka harus mendapat jaminan penuh kebutuhan pokok mereka seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan perlindungan.
“Negeri Muslim terdekat seperti Bangladesh, Malaysia dan Indonesia harus membuka perbatasan mereka dan memberikan mereka kewarganegaraan penuh. Bukan hidup di kamp-kamp pengungsian dengan bantuan setengah hati. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Anfal ayat 72 yang artinya jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka menjadi kewajibanmu untuk menolong mereka,” ujarnya.
Lebih dari itu, ia mengingatkan, kewajiban penguasa Muslim juga harus bersatu dalam sistem kepemimpinan Islam yang hakiki. “Sistem itu adalah khilafah, yang akan menggentarkan rezim predator Myanmar dan memberikan hak kewarganegaraan yang sama bagi orang-orang yang ingin hidup di bawah pemerintahannya, terlepas dari keyakinan agama, ras, atau etnis mereka, sebagaimana diwajibkan oleh Islam. Khilafah akan menyambut terbuka orang-orang yang mencari suaka di wilayahnya dan menghukum orang-orang yang menganiaya mereka,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it