Ramai Judicial Review KUHP Baru, Advokat Singgung Islam Hukum Paling Baik
Mediaumat.id – Membahas realitas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru yang ramai dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, Advokat Senior Ahmad Michdan menyinggung, bahwa tidak ada hukum yang lebih baik selain Islam.
“Sepanjang pengetahuan saya secara pribadi tidak ada hukum yang lebih baik kecuali hukum Islam,” ujarnya dalam Bincang Perubahan: Hukum Islam Layak Ditegakkan, Jumat (5/5/2023) di kanal YouTube Bincang Perubahan.
Karenanya, sambung Ahmad, pakar-pakar hukum di negeri ini agar senantiasa berusaha menyusun peraturan perundang-undangan yang tidak lagi berpegang pada sekadar perubahan sehingga terkesan sekadar memoles KUHP yang lama.
Seperti diinformasikan, KUHP Baru yang sudah diundangkan pada Januari 2023 lalu, memiliki masa transisi selama 3 (tiga) tahun sebelum mulai diberlakukan. Namun demikian, seperti keterangan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI Anwar Usman, sudah ada sejumlah pihak yang mengajukan judicial review terhadap UU No. 1 Tahun 2023 tersebut.
“Ada, ada, belum begitu banyak, karena itu berlaku masih tiga tahun lagi ke depan, tapi ada (yang mengajukan),” kata Usman, pada Jumat (17/2/2023) usai Peresmian Pemanfaatan Smart Board Mini Court Room dan Seminar Nasional Tantangan Mewujudkan Keadilan Pemilu dan Pilkada di Gedung Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang.
Kala itu, KUHP yang terdiri dari 37 bab, 624 pasal dan 345 halaman dan terbagi dalam dua bagian, yakni bagian pasal dan penjelas, disahkan di tengah kritik sejumlah masyarakat sipil terhadap RUU tersebut. Sejumlah pasal KUHP dinilai mengancam demokrasi, kebebasan berpendapat, dan hak-hak pribadi masyarakat.
Malahan pasca disahkan, banyak media asing menyoroti karena mencakup sejumlah pasal kontroversial. Begitu juga sejumlah akademisi termasuk Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah misalnya. Ia menilai pengesahan tersebut semakin mengonfirmasi bahwa DPR dan pemerintah abai dengan pendapat publik
“Meminjam Jules Verne, ‘Aures habent et non audien’, rezim hari ini seperti punya telinga tapi tidak mendengar, punya mata tapi tidak melihat,” ujar Herdiansyah, seperti pesan tertulis, yang diterima Mediaumat.id, Selasa, 6 Desember 2022 lalu.
“Mereka benar-benar buta dan tuli dengan kritik dan masukan publik. Ini pertanda kekuasaan hari ini benar-benar mengarah kepada otoritarianisme,” imbuh Herdiansyah.
Terlepas itu, lanjut Ahmad mengungkapkan, bahwa secara historis KUHP adalah produk hukum kolonial Belanda yang diberlakukan atas wilayah jajahan. “Jadi itu dipergunakan di negara-negara jajahan,” tandas Ahmad.
Keadilan Islam
Sementara, tambahnya, hukum Islam mempunyai nilai-nilai kemanusiaan tinggi sebagaimana telah mengilhami UUD 1945, sebagaimana pula termaktub kalimat ‘Dengan rahmat Allah SWT’ di dalam mukadimah.
Dengan kata lain, Ahmad membenarkan soal Wahyu dari Zat Mahaadil, yang secara sejarah telah membuktikan bahwa ketika syariat Islam diterapkan, mampu menghasilkan berbagai macam keadilan.
“Bener itu,’ tegasnya, disertai anggukan ketika disampaikan bahwa sebagai orang Islam, tak perlu ragu untuk menyuarakan perubahan ke arah Islam.
Lantas, ia pun menyampaikan satu kisah tentang seorang Nasrani di era Khalifah Ali bin Abi Thalib, yang akhirnya terkesan dan bangga dengan keadilan hukum Islam.
Ketika itu, ia berperkara dengan sang Khalifah soal dugaan baju perang Ali dipakai si Nasrani. Namun, pengadilan Islam dengan Syuraih ya menjadi hakimnya, justru memenangkan pihak terduga, mengalahkan sang Khalifah.
“Sesuatu yang membuktikan bahwa hukum itu punya nilai pembuktikan di dalam hukum Islam, itu luar biasa (adil),” papar Ahmad, yang kemudian mengatakan, pasca peristiwa tersebut si Nasrani pun tertarik dan bahkan memeluk Islam.[] Zainul Krian