Rakyat Tunisia Memboikot Pemilihan Legislatif, dan Saied Mengelak

Komisi Pemilihan Umum Tunisia mengumumkan pada hari Senin (30/1) bahwa partisipasi pemilih pada putaran kedua pemilihan parlemen yang berlangsung pada hari Ahad (22/1) berjumlah 11,4%, menurut angka akhir.

Dengan demikian, sekitar 90% pemilih yang tidak berpartisipasi dalam pemilihan ini, dengan tingkat golput tertinggi sejak revolusi 2011.

Presiden Kais Saied mengatakan dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Naglaa Boudin di istana pemerintah, pada Senin malam (30/1) bahwa “sekitar 90% tidak berpartisipasi dalam pemungutan suara karena parlemen tidak berarti lagi bagi mereka.” (france24.com, 30/1/2023).

**** **** ****

Menyikapi kesalahan politik yang dilaporkan berdasarkan penjelasan Presiden Tunisia, Kais Saied, tentang keengganan rakyat Tunisia untuk memberikan suara pada putaran kedua pemilihan parlemen yang berlangsung pada hari Ahad, 22/1/2023 M. Maka pernyataan pers (press statement) yang dikeluarkan oleh Kantor Media Hizbut Tahrir di Wilayah Tunisia menegaskan: “Presiden Saied ingin mengatakan bahwa dia dan sistem presidensialnya tidak bertanggung jawab atas tingginya angka golput dalam pemilu, sebab golput itu terkait erat dengan kebencian rakyat terhadap sistem parlementer.”

Mengenai alasan sebenarnya di balik golputnya rakyat Tunisia dalam pemilihan ini, maka pernyataan itu mengatakan: “Yang benar adalah bahwa rakyat Tunisia telah membenci sistem dan rezim buatan manusia secara keseluruhan, bahwa dalam revolusinya mereka menuntut untuk menggulingkannya, mereka telah menyadari bahwa pemilihan ini tidak dapat membawa perubahan apapun, sebab pemilihan ini hanyalah alat untuk mengokohkan rezim. Jadi, pemilihan ini hanya dilakukan untuk karyawan bagi departemen Barat.”

Pernyataan pers menegaskan bahwa pemilu seperti ini tidak untuk mereka yang melayani kepentingan rakyat, atau apa yang menguntungkan mereka, sebab pemilu ini hanya untuk mereka yang melayani kepentingan rezim, dan dilakukan hanya untuk memperpanjang umurnya. Pernyataan pers mengatakan bahwa pemilu dalam rezim sekarang ini hanya akan memperpanjang umur rezim ini, sedang isu perubahan undang-undang pemilu yang diusung oleh presiden, atau isu peralihan dari sistem parlementer ke sistem presidensial, sama sekali tidak akan membawa perubahan yang nyata, karena akar permasalahan kita adalah sistem sekuler itu sendiri, yang sekarang ada, terlepas dari warna dan bentuknya, dan terlepas dari sosok penguasanya.

Pernyataan pers juga menegaskan bahwa Presiden Kais Saied mengusahakan stabilitas dalam pemerintahannya dan bukan untuk menyelesaikan masalah rakyat. Pernyataan pers berkata: “Dalam menghadapi ketidakmampuan kelas politik, penguasa dan oposisi, untuk menemukan solusi atas krisis yang menimpa Tunisia dan rakyatnya, menjadi jelas bahwa Presiden Kais Saied berusaha untuk menstabilkan pemerintahannya dan tidak untuk menyelesaikan masalah rakyat. Jadi lelucon pemilihan legislatif adalah tanggapan atas keinginan kekuatan Barat dengan membentuk parlemen baru, yang memungkinkannya untuk menjaga kepentingan Barat, dan bergerak maju dalam mengimplementasikan janji pemerintahnya kepada Dana Moneter Internasional.”

Di sisi lain, pernyataan pers menekankan bahwa pemilu tidak akan pernah adil dan bermakna kecuali di bawah naungan sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Pernyataan pers mengatakan: “Di bawah sistem politik Islam (Khilafah): Pemilu akan adil dan bermakna. Dalam negara Khilafah, kekuasaan membuat hukum adalah milik Allah. Oleh karena itu, tidak akan ada ruang untuk undang-undang yang dibuat untuk kepentingan penerima manfaat mana pun. Sebab dalam sistem Khilafah kedaulatan milik syara’ dan kekuasaan milik umat, di mana umat membaiat seorang penguasa untuk memerintah sesuai dengan hukum Islam (syariah), dan Qādhī Mazālim dapat memberhentikan penguasa mana pun, jika terbukti bahwa ia telah berbuat zalim, atau melanggar konstitusi; Qādhī Mazālim berwenang untuk mengadili setiap pengaduan yang diajukan oleh rakyat terkait kezaliman yang dilakukan oleh siapa pun di antara aparatur negara, tanpa memandang ras atau agamanya.”

Pernyataan pers itu diakhiri dengan menekankan bahwa pemilihan di bawah naungan negara Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah adalah pemilihan yang membawa keharmonisan di tengah masyarakat. Pernyataan pers mengatakan: “Jadi, pemilihan dan proses pemilihan di bawah naungan sistem Khilafah akan mewujudkan keadilan, stabilitas dan keharmonisan dalam masyarakat.” [Muhammad Abdul Malik]

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 8/2/2023.

Share artikel ini: