Raja Yordania Berdiskusi dengan Abbas Tentang Implikasi dari Pembubaran Knesset untuk Perdamaian

Raja Abdullah II menerima Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas di Amman pada hari Ahad (26/6), dan berdiskusi dengannya tentang “dampak dari pembubaran Knesset terhadap peluang untuk mencapai perdamaian.” Sebuah pernyataan oleh The Royal Hashemite Court (RHC) atau Al-Diwan Al-Malaki Al-Hāshimy, yang mengatakan bahwa pertemuan Raja Abdullah dan Presiden Abbas, yang berlangsung di Istana Husseiniya di Amman, “membahas perkembangan terakhir entitas Yahudi setelah pembubaran Knesset, dan dampaknya terhadap peluang mencapai perdamaian, termasuk perkembangan di kawasan Timur Tengah.”

Raja Abdullah menekankan kepada Abbas bahwa “Yordania akan terus berhubungan dengan pihak Amerika, dan sedang berupaya menjadikan masalah Palestina sebagai agenda utama kunjungan Presiden AS Joe Biden ke kawasan Timur Tengah, bulan depan.”

Biden akan mengunjungi kawasan Timur Tengah pada pertengahan Juli, di mana dia akan mengadakan pertemuan puncak regional di Jeddah, yang akan dihadiri para pemimpin Yordania, Mesir, Irak, dan negara-negara Teluk. Raja Abdullah menunjukkan bahwa “satu-satunya cara untuk mengakhiri konflik Palestina (Israel) adalah solusi dua negara, yang menjamin pembentukan negara Palestina yang merdeka, berdaulat dan layak, pada garis 4 Juni 1967, dengan Al-Quds (Yerusalem) sebagai ibu kotanya.”

Abdullah percaya bahwa batu sandungan yang dapat mempengaruhi rencana kolonial untuk wilayah tersebut adalah terhentinya negosiasi resmi antara Otoritas Palestina dan entitas Yahudi dengan cara yang mencegah solusi politik untuk mengakhiri konflik. Untuk itu, dia berharap batu sandungan ini akan dihilangkan dengan melanjutkan negosiasi absurd yang dampaknya harus kehilangan tanah yang diberkati dan memungkinkan entitas Yahudi untuk menguasainya.

Telah diketahui semua orang bahwa tidak ada keamanan atau stabilitas di Timur Tengah selama belati beracun ini—entitas Yahudi—tetap tertanam di dalamnya. Adapun cara untuk menghilangkannya, yaitu dengan jalan menggulingkan rezim-rezim kriminal dan pengkhianat, termasuk rezim Yordania, dan mendirikan Negara Islam, yang akan mengirimkan tentara untuk mencabutnya, sehingga dengan demikian stabilitas kawasan Timur Tengah akan kembali dan luka-lukanya akan terobati.

Sungguh, saat ini, umat sedang bergerak untuk menyatukan kata-katanya dalam satu entitas politik di negara Khilafah, tidak ada lagi sistem kerajaan, republik, atau emirat, karena semunya akan digulingkan. Sehingga upaya Raja Abdullah untuk menghidupkan kembali perdamaian dan mempertahankan tahtanya tidak akan berhasil, sebagaimana ketidakberhasilan rencana dan cara-cara yang dilakukan Ben Ali, Mubarak dan Qaddafi … Umat telah bangkit, sehingga saatnya bagi mereka merasakan pedihnya penderitaan akibat pengkhianatan yang mereka lakukan (hizb-ut-tahrir.info, 27/6/2022).

Share artikel ini: