Mediaumat.id – Ketua DPP LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyatakan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menunda pemilu dan menarik pihak lain yang tidak ikut bersengketa sebagai hal yang di luar kebiasaan.
“Jika putusan itu kemudian menarik pihak lain, partai lain yang tidak ikut bersengketa di persidangan, maka itu terjadi apa istilahnya, di luar kebiasaan. Nah, itu harus digarisbawahi dulu untuk sengketa perdata,” tuturnya dalam ILF Jawa Barat Edisi 12: Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Tunda Pemilu, Ada Apa? di kanal Rayah TV, Ahad (12/3/23).
Menurutnya, karena yang bersengketa Partai Prima dengan KPU, mestinya putusan itu hanya mengikat Partai Prima dan KPU. Misalnya, Partai Prima mempersoalkan terkait tahapan-tahapan pemilu, yang dituduh melakukan pelanggaran perbuatan melawan hukum atau yang disebut PMH. Putusannya mestinya, hanya mengikat dua pihak yang bersengketa ini.
“Misalnya, memerintahkan kepada KPU untuk memperbaiki tahapan pemilu yang khusus berkaitan dengan penggugat,” jelasnya.
Chandra juga memaparkan ketika ada kesalahan administrasi, kemudian ketika ada kesalahan-kesalahan tahapan pemilu, maka lembaga yang memiliki kewenangan, untuk mengadili adalah kesatu, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan kedua, Bawaslu.
“Di situlah penyelesaian sengketa berurusan administrasi pemilu, di 2 tempat tadi, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Bawaslu. Di situlah, silahkan selesaikan perkara ini,” ungkapnya.
Kalau sengketa berkaitan hasil pemilu, itu di Mahkamah Konsitusi. “Jadi oleh karena itu, mestinya pada saat sidang pengadilan, dalam praktik ini adalah hakim yang mulia, mestinya melakukan pemeriksaan berkaitan kompetensi,” tukasnya.
“Apa saja kompetensinya? Ada kompetensi relatif dan absolut,” lanjutnya.
Ia pun membeberkan bahwa kompetensi relatif, berkaitan; pertama, apa lokasi sudah benar itu wilayah hukumnya? Kemudian yang kedua, apa pengadilan ini memiliki kewenangan. “Pertanyaan selanjutnya, kenapa hakim tidak memeriksa itu?” tanyanya.
Ia pun mengungkap kemungkinan pertama, lupa. Yang kedua, bisa jadi KPU sebagai pihak tergugat tidak melakukan esepsi. “Mestinya KPU sebagai pihak tergugat, melakukan esepsi, bahwa pengadilan ini tidak memiliki wewenang melakukan pemeriksaan sengketa administratif dan sengketa tahapan-tahapan pemilu,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan bahwa mestinya pihak KPU, bisa pengacara KPU-nya atau orang-orang KPU yang ada di persidangan, mestinya melakukan esepsi di awal. “Tujuan esepsi adalah mengingatkan majelis bahwa pengadilan ini tidak memiliki kewenangan,” tandasnya.
“Berdasarkan apa? berdasar peraturan perundang-undangan, dijabarkan seperti itu. Mestinya KPU melakukan esepsi di awal,” sesalnya.
Chandra meluruskan, bahwa yang dipersoalkannya itu putusan, bukan Partai Prima-nya. “Jadi putusan pengadilan yang kita persoalkan,” tegasnya.
“Apakah ada sela? Mestinya KPU dan pengadilan, KPU melakukan esepsi, mengingatkan yang mulia hakim,” jelasnya.
Ia menjelaskan, kalaupun KPU tidak melakukan esepsi, majelis hakim memberikan putusan sela bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa sengketa administrasi dan sengketa tahapan-tahapan pemilu. “Nah, mestinya majelis hakim mengeluarkan putusan sela, meskipun KPU tidak mengeluarkan esepsi,” tegasnya.
Chandra pun mempertanyakan, tapi kenapa tidak dijalankan? Ditemukan banyak keanehan. Untuk masalah perdata, mestinya mereka mendapat mediasi tetapi mereka tidak mendapatkan.
“Meski KPU tidak melakukan perlawanan berarti, mestinya majelis pengadilan mengeluarkan putusan sela, bahwa majelis pengadilan negeri Jakarta Pusat memberi putusan sela, dan mempersilakan kepada Partai Prima untuk menyelesaikan sengketa di PTUN atau Bawaslu,” bebernya.
Ia juga menyesalkan mestinya majelis hakim mengingatkan. “Kenapa majelis hakim tidak mengingatkan? Saya patut menduga lupa, kalau saya sebut tidak paham, saya rasa hakim sangat paham. Barangkali karena terlalu banyak perkara yang dipegang, jadi lupa berkaitan hal tersebut,” urainya.
Sedangkan mengenai pernyataan KPU yang menyatakan bahwa tidak ada mediasi, menurut Chandra, seharusnya dalam konteks mau mediasi atau tidak, mestinya KPU melakukan perlawanan di esepsi.[] Nita Savitri