Putusan MA Terkait Batasan Usia Beri Karpet Merah pada Kaesang

 Putusan MA Terkait Batasan Usia Beri Karpet Merah pada Kaesang

Mediaumat.info – Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengabulkan permohonan Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait dengan minimal batasan usia calon kepala daerah dinilai memberi karpet merah kepada Kaesang.

“Putusan MA No. 23 /P/HUM/2024 jelas memberi karpet merah bagi Kaesang yang baru berusia 30 tahun pada Desember 2024 agar bisa mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta,” tutur Pengamat Politik Dr. Suswanta, M.Si. kepada media-umat.info, Jumat (7/6/2024).

Melalui putusan tersebut, kata Suswanta, MA mengubah ketentuan syarat calon kepala daerah dari yang berusia 30 tahun untuk provinsi dan 25 tahun untuk kabupaten/kota dari terhitung sejak penetapan paslon pada 22 September 2024 menjadi terhitung sejak pelantikan pada awal tahun 2025.

“Mengutip perkataan Mahfud MD, putusan MA tersebut cacat hukum, cacat moral dan cacat etik sehingga tidak harus dituruti oleh KPU. Menurut ahli hukum, Bivitri, melalui putusan tersebut MA telah melampaui batas kewenangannya. MA secara konstitusional bertugas untuk menguji peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, sedangkan untuk menguji UU terhadap UUD adalah tugas MK,” kata Suswanta.

“Jadi dengan MA mengacu ke UUD 1945 ini sudah keluar dari tugas konstitusional yang harusnya dilakukan MA,” tegasnya.

Ada Intervensi

Suswanta menilai, ada intervensi politik untuk memaksa MA membuat putusan tersebut, skenarionya mirip dengan putusan MK yang meloloskan Gibran. Menurutnya, Ada empat alasan yang membuktikan adanya intervensi politik “istana”.

Pertama, mengapa yang direvisi hanya syarat usia gubernur dan mengapa harus direvisi saat proses pemenuhan persyaratan dukungan calon perorangan sedang berlangsung.

Kedua, mengapa proses perubahannya melalui jalur potong kompas lewat MA. Mengapa tidak melalui proses pembuatan UU dengan pertimbangan matang terkait dengan evaluasi pemilu dan pilkada secara menyeluruh.

Ketiga, mengapa proses putusan tersebut sangat singkat, yaitu hanya tiga hari, dibahas Senin 27 Mei 2024 dan diputuskan rabu 29 Mei 2024.

Keempat, pihak yang mengintervensi adalah pihak yang paling diuntungkan dengan putusan MA tersebut.

Ia menilai fenomena ubah aturan hukum semau gue untuk kepentingan segelintir elite ini menunjukkan kebobrokan sistem politik demokrasi sekaligus kezaliman rezim penguasa. “Sekularisme yang menjadi fondasi demokrasi membuat penguasa dapat mengubah hukum semau gue untuk kepentingan diri dan kelompoknya,” ungkapnya.

Suswanta mengatakan, penguasa zalim mampu membungkam parlemen, media, intelektual, ulama dan rakyat dengan ganjaran duniawi sehingga mereka mendiamkan kezaliman karena sudah menjadi bagian dari penikmat kekuasaan.

“Putusan MA ini semakin menyempurnakan kebobrokan rezim dan lembaga-lembaga negara,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *