Mediaumat.id – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyebut logika pemerintah tidak normal terkait rencana pemutihan lahan sawit ilegal yang berada di dalam kawasan hutan.
“Pernyataan dan logika pemerintah ini sangat tidak normal. Bagaimana bisa, sebuah tindak pidana diganjar dengan hadiah?” ujarnya kepada Mediaumat.id, Ahad (9/7/2023).
Anthony mengungkapkan, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan ada 3,3 juta hektare lahan sawit berada di dalam kawasan hutan. Luas lahan ilegal yang sangat besar tersebut pasti sudah berlangsung sangat lama, dan terkesan ada pembiaran dari pemerintah.
Oleh karena itu, kata Anthony, pemerintah seharusnya segera menindak pengusaha-pengusaha nakal tersebut. Tetapi yang disayangkan, bukannya menindak, pernyataan pemerintah malah sebaliknya, terkesan sangat arogan, bermental tirani seperti di masa kolonial.
Dengan dalih sudah sesuai Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja, kata Anthony, pemerintah akan memutihkan kebun sawit ilegal yang menyerobot kawasan hutan tersebut asalkan membayar denda administratif dan menyetor pajak.
“Artinya, para kriminal dan penjarah kawasan hutan tersebut bukannya dihukum, tapi malah mau diberi hadiah, dengan melegalkan tindakan kriminalnya yang merugikan keuangan negara, merugikan perekonomian negara, dan merusak lingkungan,” tutur Anthony.
Anthony menegaskan, pemerintah tidak bisa memutihkan perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan. Ada beberapa alasan untuk itu. Pertama, Pasal 110A hanya berlaku bagi mereka yang sudah mempunyai perizinan berusaha di dalam kawasan hutan. Sedangkan perizinan berusaha di dalam kawasan hutan pasti bukan untuk perkebunan sawit.
Artinya, kata Anthony, perkebunan sawit di dalam kawasan hutan pasti tidak mempunyai perizinan berusaha di dalam kawasan hutan, sehingga Pasal 110A tidak berlaku bagi mereka.
Kedua, penggunaan kawasan hutan tidak boleh mengubah fungsi pokok kawasan hutan (Pasal 38, ayat (2)). Sehingga Pasal 110B UU Cipta Kerja tidak bisa dijadikan alasan untuk memberi perizinan berusaha kepada pengusaha sawit, dengan mengubah fungsi pokok kawasan hutan menjadi perkebunan.
Ketiga, penggunaan kawasan hutan tanpa perizinan berusaha, atau penggunaan perizinan berusaha yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian perizinan berusaha di dalam kawasan hutan, termasuk kategori perusakan hutan.
Keempat, setiap orang yang mengerjakan, menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah (Pasal 50 ayat (2), huruf a), dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp7,5 miliar. “Perkebunan sawit di kawasan hutan tanpa perizinan berusaha masuk kategori ini,” ucap Anthony.
Ia mencontohkan, kasus Surya Darmadi, bos Duta Palma Group, yang divonis 15 tahun penjara karena menggunakan kawasan hutan secara ilegal untuk perkebunan sawit.
Kasus tersebut, menurut Anthony, sudah bisa menjadi fakta hukum, bahwa penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit secara ilegal merupakan tindak pidana, sehingga tidak bisa diputihkan atau dilegalkan.
“Pejabat yang melegalkan perkebunan sawit di kawasan hutan dapat didakwa ikut melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dan perekonomian negara,” pungkasnya.[] Agung Sumartono