Mediaumat.news – Salah satu faktor kemungkinan adanya 21 juta data ganda penerima bantuan sosial (bansos) yang terungkap saat rapat kerja Mensos Tri Rismaharini bersama Komisi VIII DPR, Kamis (3/6), menurut Pakar Riset Sistem Informasi Spasial Prof. Dr. -Ing. Fahmi Amhar, akibat dari tidak seriusnya rezim mengurusi dan malah dijadikan modus ajang korupsi.
“Ada semua (murni ketidakmampuan secara teknis, tidak ada keseriusan rezim mengurusi masalah ini, malah dijadikan modus ajang korupsi oknum pejabat),” ujarnya kepada Mediaumat.news, Jumat (4/5/2021).
Terkait kemungkinan modus korupsi, menurut Fahmi, hal itu terkait dengan masalah etika atau moral. Sehingga, unsur kesengajaan menggandakan data sudah menjadi budaya dari oknum aparat agar bisa mendapatkan (korupsi) uang bansos lebih banyak. “Apalagi ketika pertanggungjawabannya mudah,” timpalnya.
Indikasi lainnya, sambung Fahmi, penyaluran bansos yang selalu mendekati pemilu/pilkada dengan update data bansos yang terkesan ditunda atau bahkan dibiarkan.
Ia menambahkan, terdapat unsur kemalasan terkait masalah update data yang dimaksud. “Ada datanya, tetapi orangnya sudah tidak ada, sudah meninggal, atau sudah pindah. Namun tidak melapor, atau melapor namun datanya tidak terintegrasi” ujarnya memisalkan.
Kemudian unsur ketidaktahuan, terutama terkait masalah teknis basis data (database). “Ada orang yang sama, namun hanya didata dengan nama, sehingga tidak akurat. Harusnya dengan NIK (nomor induk kependudukan). Tapi kan banyak orang tidak hafal NIK-nya,” bebernya.
Hal serupa, juga bisa terjadi dari cara menulis nama yang kadang bervariasi. “Namanya Muhammad, tetapi ditulis Mohammad, atau Muhamad (dengan satu ‘m’ di tengah), atau bahkan disingkat, cuma Muh,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Fahmi mengatakan, semua itu sebagai permasalahan yang harus diinvestigasi. “Itu perlu diinvestigasi, karena ada banyak kemungkinan,” pungkasnya.[] Zainul Krian