Psikolog: Maraknya Prostitusi Anak Akibat Penerapan Sistem Sekuler

Mediaumat.info – Menanggapi kasus prostitusi yang makin marak sebagaimana laporan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPAK) ada lebih dari 130.000 transaksi terkait prostitusi yang melibatkan lebih dari 24.000 anak, Psikolog Poppy Kamelia mengungkapkan faktor penyebabnya bukan hanya masalah ekonomi dan teknologi tapi akibat dari penerapan sistem sekuler.

“Banyak faktor yang mendorong generasi terlibat dengan prostitusi. Bukan hanya dampak ekonomi yang jeblok atau pengaruh teknologi yang pesat, tapi karena sistem yang bobrok. Dan akar masalahnya adalah akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme dalam kehidupan,” tuturnya kepada media-umat.info, Senin (29/7/2024).

Poppy menuturkan, meskipun telah banyak regulasi dibuat oleh negara untuk mengatasi masalah prostitusi, kenyataannya kasus prostitusi justru semakin marak. Maraknya prostitusi online tidak bisa dilepaskan dari akar persoalannya, yaitu tertancapnya sistem kehidupan sekuler kapitalisme di tengah masyarakat.

Hal ini karena, pertama, sistem sekuler melahirkan manusia-manusia yang tidak paham agama. Mereka hidup hanya berbekal aturan berdasarkan akal manusia yang lemah sehingga syahwat menjadi pemimpin dalam perilakunya. Masyarakat sekuler menjadikan standar kebahagiaannya pada kepuasan jasadi sehingga permintaan terhadap pekerja seks komersial (PSK) akan terus tinggi.

Kedua, sistem sekuler kapitalisme menjadikan siapa pun berbisnis tanpa memperhatikan halal dan haram. Dengan mudahnya seseorang berbisnis komoditas haram. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, yang diperhatikan hanyalah profit, tidak peduli bisnisnya mengundang mudarat atau tidak bagi kehidupan umat.

Ketiga, sistem sanksi dalam negara sekuler tidak menjerakan. Berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada 2 Januari 2023, tidak ada pasal yang dapat menjerat pengguna PSK maupun PSK itu sendiri. Ketentuannya yang ditindak pidana hanyalah muncikarinya, yaitu maksimal 15 tahun penjara dengan pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Adapun pengguna PSK maupun PSK-nya sendiri, kata Poppy hanya bisa dijerat dengan pasal perzinaan dengan sanksi berupa pidana penjara maksimal sembilan bulan. Ketentuan ini pun hanya berlaku pada laki-laki yang sudah beristri dan juga perempuan yang sudah bersuami, serta ada unsur aduan dari pasangan.

“Ada juga perda terkait prostitusi. Hanya saja, bukan lagi satu rahasia jika peradilan di negeri ini—dari pusat hingga daerah—tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Asal punya uang dan jabatan, pelaku kerap tidak tersentuh hukum,” tuturnya.

Keempat, sistem ekonomi negara kapitalisme memiskinkan masyarakat. Tata kelola negara kapitalis menyerahkan seluruh urusan umat pada swasta. Ikatan yang terjalin antara penguasa dan rakyat sebatas pedagang dan pembeli. Inilah yang menjadikan perekonomian rakyat kian terpuruk. Lapangan pekerjaan kian sempit, harga kebutuhan pokok kian melambung. Alhasil, sebagian perempuan “terpaksa” menjadi PSK demi bisa memenuhi kebutuhan hidup.

“Inilah jebakan sistem kehidupan sekuler kapitalisme yang menjadikan kemaksiatan tumbuh subur. Prostitusi online adalah satu dari sekian banyak kemudaratan penerapan sistem kehidupan ini,” ujarnya.

TPPO

Terkait pernyataan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah salah satu penyebab maraknya prostitusi anak, kata Poppy itu menyoroti dimensi yang lebih dalam dari masalah ini. Hal itu mencerminkan adanya jaringan kejahatan terorganisir yang mengeksploitasi kerentanan anak-anak dan remaja terjebak dalam TPPO. Mereka sering kali dipaksa atau diperdaya dengan janji pekerjaan yang layak hanya untuk kemudian dijadikan korban prostitusi.

“Fenomena ini menunjukkan bahwa masalah prostitusi anak bukan hanya masalah individual, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistemik dalam melindungi hak-hak anak dan menegakkan hukum secara efektif,” ungkapnya.

Selain itu, peran teknologi dan media sosial dalam memfasilitasi TPPO semakin memperburuk situasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi maraknya prostitusi anak, diperlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, termasuk penegakan hukum yang tegas, pemberdayaan ekonomi bagi keluarga rentan, pendidikan agama yang kuat dan kesadaran tentang bahaya TPPO, serta perlindungan dan rehabilitasi bagi korban.

Semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga internasional, harus bekerja sama untuk menghilangkan akar masalah ini dan memastikan anak-anak kita terlindungi dari eksploitasi.

Pencegahan Sejak Dini

Dalam upaya pencegahan prostitusi sejak dini, Poppy menjelaskan bahwa orang tua harus ingat bahwa anak adalah anugerah Allah SWT, sekaligus amanah dan titipan paling berharga yang harus dijaga, dirawat, dan dididik agar menjadi penyejuk hati. Oleh karena itu, merupakan suatu keharusan adanya perhatian yang saksama terhadapnya agar tumbuh menjadi generasi berkepribadian Islam yang tangguh dan selalu menjaga sikap dan perilakunya dengan baik.

Bimbingan atau pembinaan awal yang harus dilakukan adalah menanamkan akidah islamiah yang kukuh dan mengakar, juga kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasul. Mendidik generasi ibarat sedang mempersiapkan lahirnya peradaban mulia. Generasi emas tidak lahir dari pendidikan yang sarat capaian-capaian duniawi semata, apalagi yang terlibat perbuatan kriminal. Generasi emas hanya lahir dalam sistem pendidikan yang bervisi membentuk kepribadian mulia.

“Oleh karena itu, menjadi orang tua perlu ilmu, pedoman, belajar. Ketika ini semua tidak dimiliki, maka orang tua akan serampangan mendidik anak, yang mereka perhatikan hanya prestasi akademik, gizi dan ibadahnya, tapi tidak tentang tujuan dan pemahaman hidup. Kita berharap seiring perjalanannya waktu dengan bimbingan kita, anak remaja kita akan mampu menjawab dengan benar darimana ia, untuk apa ia hidup di dunia dan akan kemana ia nanti setelah kehidupan dunia ini,” paparnya.

Hal penting selanjutnya adalah menerapkan sistem sosial dan pergaulan Islam. Di antara ketentuan Islam dalam menjaga pergaulan di lingkungan keluarga dan masyarakat ialah, pertama kewajiban menutup aurat dan berhijab syar’i.

Kedua, larangan berzina, berkhalwat (berduaan dengan nonmahram), dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan). Ketiga, larangan mengeksploitasi perempuan dengan memamerkan keindahan dan kecantikan saat bekerja. Keempat, larangan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa disertai mahram.

“Bagaimanapun, menyalahkan orang tua saja bukanlah hal yang bijaksana, mengingat akar permasalahan maraknya prostitusi online pada remaja adalah pada cara pandang terhadap kehidupan yang diemban negara hari ini,” ungkapnya.

Peran Negara

Negara seharusnya berperan utama dalam menjaga keimanan sebagai landasan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam kurikulum pendidikan dan keluarga. Selain itu, juga dalam interaksi di tengah masyarakat dan regulasi yang disahkannya. Karena sejatinya negara adalah perisai bagi rakyatnya, sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya

Negara juga menerapkan sistem ekonomi yang akan memastikan kekayaan milik umum dikelola negara untuk kemaslahatan umum, termasuk pendidikan. Juga membuka lapangan kerja yang cukup sehingga para kepala keluarga (ayah/suami) akan memiliki pekerjaan layak untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga. Pada saat itu, peran ibu fokus untuk mendidik generasi.

Selanjutnya negara menerapkan kebijakan media. Negara mencegah tersebarnya informasi yang akan merusak karakter generasi unggul, seperti sekularisme, kapitalisme, liberalisme, dan pemikiran apa pun yang akan melemahkan keyakinan serta menjauhkan ketaatan. Negara juga wajib menerapkan sanksi tegas sesuai syariat terhadap semua bentuk praktik perzinaan serta korporasi dan jaringan penyedia prostitusi.

Kondisi seperti ini hanya akan terwujud ketika Islam menjadi sebuah way of life. Sistem Islam mampu menciptakan generasi yang kuat, tidak hanya berorientasi kepada penguasaan materi secara fisik, tetapi juga menginternalisasikan ideologi yang berasal dari wahyu Allah SWT yakni Islam. Demikian pula Masyarakat yang terbentuk dalam sistem Islam, yaitu masyarakat yang memahami perannya sebagai penjaga generasi.

“Oleh karenanya, membuang sistem rusak dan merusak (kapitalisme) dan beralih kepada sistem kehidupan Islam adalah urgen dilakukan. Hidup dalam sistem Islam adalah pilihan logis, di samping menjadi kewajiban bagi umat untuk mewujudkannya,” tandasnya. [] Rasman

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: