Profesor Universitas Columbia: AS Negara Paling Kejam di Dunia

Mediaumat.id – Direktur Pusat Pembangunan Berkelanjutan di Universitas Columbia Prof. Jeffrey Sachs menyebutkan negara paling kejam di dunia adalah Amerika Serikat (AS).

“Negara yang paling kejam di dunia (terutama) sejak tahun 1950 adalah Amerika Serikat,” ujarnya dalam Aristotle-Confusius Dialogue, Jumat (7/10/2022) di kanal YouTube Athens Democracy Forum.

Terlebih, negara yang menurutnya semi demokratis itu didominasi kulit putih dengan masyarakat hierarki yang rasis dan bahkan tak sekadar itu. “Saat saya melihat negaraku sendiri, Amerika Serikat itu adalah negara semi demokratis didominasi kulit putih dengan masyarakat hierarki yang rasis yang bertujuan untuk melestarikan hak-hak istimewa kelompok elite,” paparnya, terkait proses awal terbentuknya negara itu pada tahun 1787.

Pun di masa itu, negara tidak melarang perbudakan yang sebagaimana dilansir dari history.com, berawal sejak tahun 1619, ketika privateer The White Lion membawa 20 budak Afrika ke pantai di koloni Inggris Jamestown, Virginia. Para kru telah menangkap orang Afrika dari kapal budak Portugis Sao Jao Bautista.

Malahan sepanjang abad ke-17, pemukim Eropa di Amerika Utara memanfaatkan orang-orang Afrika yang diperbudak sebagai sumber tenaga kerja yang lebih murah dan banyak jumlahnya daripada pelayan kontrak, yang sebagian besar adalah orang Eropa yang miskin.

Tak hanya itu, lanjut Jeffry, AS memiliki sejarah kelam seputar genosida budaya pribumi dalam berbagai aksi kekerasan, pemaksaan hak beragama dan budaya kepada penduduk asli di sana.

Di sisi lain, mengutip dari berbagai sumber, selama sekitar 100 tahun, pemerintah AS mendukung sistem sekolah asrama. Di sekolah asrama tersebut lebih dari 100.000 anak Indian Amerika dan penduduk asli Alaska dilucuti dari budaya, bahasa, dan agama mereka dan dipaksa untuk berasimilasi dengan kebiasaan kulit putih.

Pemandangan seperti itu, menurut Jeffry, masih terlihat di era sekarang meskipun memang sudah jauh lebih beragam daripada masa lalu.

Lantas tentunya tidak bisa kemudian menyederhanakan permasalahan seperti ini. Apalagi dikaitkan dengan prinsip demokrasi yang semestinya menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan.

Tentang itu, Jeffry pun menyayangkan nilai-nilai tersebut ternyata bertolak belakang dengan fakta yang kini terjadi. “Anda dapat menjadi negara demokratis di dalam negeri dan menjadi negara imperium yang kejam di luar negeri,” pungkasnya, berkenaan dengan standar ganda politik luar negeri yang selalu digunakan negara-negara Barat dalam isu-isu demokrasi.[] Zainul Krian

Share artikel ini: