Mediaumat.id – Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menyatakan pemerintah seharusnya lebih berhati-hati menyematkan narasi radikalisme, ekstremisme, apalagi dikaitkan dengan terorisme.
“Pemerintah seharusnya lebih berhati-hati menyematkan narasi radikalisme, ekstremisme, apalagi dikaitkan dengan terorisme,” ulasnya dalam Forum Group Discussion (FGD)#29 FDMPB: Radikalisme dan Terorisme dalam Konstruksi Kebijakan dan Kajian, Sabtu (19/3/2022) di kanal YouTube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Undip tersebut, tidak dapat dipastikan adanya korelasi signifikan bahwa radikalisme adalah pangkal terorisme. “Apalagi indikatornya sangat obscure dan lentur tergantung kemauan pemerintah,” ujarnya.
Ia berpesan, untuk mencegah kesewenang-wenangan pemerintah, polisi, dan Densus 88, maka upaya hukum terhadap pelanggaran HAM atas penanganan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme harus diusut tuntas.
“Segera bentuk TGPF atau tim advokasi untuk menuntut baik pidana maupun perbuatan melawan hukum sehingga muncul tindakan berupa rehabilitasi dan jika perlu ada proses ganti rugi setimpal dari pemerintah yang bertanggung jawab,” ungkapnya.
Namun, kata Prof. Suteki, yang terjadi justru sebaliknya. Ia menunjuk pada tanggal 18 Maret 2022, pembunuh anggota laskar FPI secara unlawfull killings (berdasarkan temuan Komnas HAM) justru divonis lepas dari segala tuntutan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan berdalih pembelaan diri.
“Sementara tersiar kabar mereka juga disebut-sebut sebagai teroris atau terduga teroris radikalis,” imbuhnya.
Dan atas dasar stigma itu, ia memandang, seolah terduga itu halal dan sah dibunuh dengan cara apa pun meski melanggar hukum dan HAM secara terang-terangan.
“Di mana rasa keadilan itu hendak dicari dan ditemukan?” pungkasnya.[] Puspita Satyawati