Prof. Suteki Mengkritisi Penambahan Frase yang Berbahaya dalam KUHP
Mediaumat.id – Penambahan frase “Atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila” pada ayat (1) Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan itu menurut Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. sangat berbahaya.
“Sangat berbahaya. Mengapa bahaya? Kita flashback pada beberapa peristiwa penting masa lalu. Terkait ideologi dan radikalisme kita ingat Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwahid, menyebut ada lima ciri penceramah radikal,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Selasa (6/12/2022).
Salah satunya, Prof. Suteki menyampaikan, BNPT menyebut penceramah radikal adalah mengajarkan anti-Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.
“Kriteria pertama ini tendensius dan rawan dijadikan alat gebuk pada ajaran Islam khilafah,” ujarnya.
Menurutnya, waktu itu Sekjen PDIP juga menyebut ada dua ideologi yang dimaksud, yaitu khilafahisme dan radikalisme.
“Khilafahisme hendak disejajarkan dengan ideologi terlarang komunisme. Hal ini dapat dipandang pelecehan dan penistaan ajaran Islam,” terangnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Undip ini menjelaskan bahwa khilafah bukan isme tapi sistem pemerintahan yang berbasis pada ideologi Islam. Sehingga mengkriminalkan ajaran Islam adalah tindakan gegabah dan menistakan agama.
“Jika Indonesia menyatakan belum menerima kekhalifahan sebagai sistem untuk mengatur penyelenggaraan negara, tentu tidak serta-merta menempatkannya sebagai isme yang dilarang dan bertentangan dengan Pancasila. Ini bukan apple to apple,” bebernya.
Lebih lanjut ia membeberkan, khilafah adalah bagian dari ajaran agama Islam di bidang politik (siyasah). Dalam hal ini ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang dilanjutkan oleh para khalifah setelah beliau.
“Karen ajaran agama maka tak layak disejajarkan dengan paham lain buatan manusia yang bukan ajaran agama. Maka khilafah tak pantas ditambahi isme sebagaimana paham buatan manusia seperti kapitalisme, komunisme, radikalisme,” imbuhnya.
Prof. Suteki memandang, narasi khilafahisme yang disejajarkan dengan komunisme jelas sangat menodai ajaran agama Islam. Dampak buruk penyamaan ini adalah menyamakan pendakwah khilafah dengan pengusung komunisme (PKI).
“Jika sengaja menyejajarkan ajaran agama dengan paham lain buatan manusia, maka itu merendahkan bahkan melecehkan ajaran agama. Bahkan dapat dikategorikan menodai ajaran agama Islam,” tegasnya.
Akhirnya ia mengungkapkan bahwa pembacaan terhadap frase “Dan paham lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila” hanyalah sepenggal dari puluhan penggalan substansi KUHP yang dapat ditafsirkan secara SSK (suka-suka kami) oleh pejabat atau penguasa.
“Pasal-pasal kontroversial, ngaret serta represif dalam KUHP hanyalah sekelumit fakta betapa hipokritnya demokrasi tentang kebebasan berpendapat, berekspresi, dan bermedia. Realisasinya, rakyat berpotensi menjadi korban kedaulatan kekuasaan,” tandasnya.[] Puspita Satyawati