Prof. Suteki: Mantan PKI Boleh Dipilih, Mantan HTI Dipersekusi, Adilkah?

Mediaumat.news – Merespon pemberhentian Wakil Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Asep Agus Handaka Suryana (AAHS) yang rekam jejaknya pernah menjadi bagian sekaligus pengurus organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. mempertanyakan rasa keadilan yang diterima mantan PKI dan mantan anggota HTI.

“Mantan PKI saja boleh dipilih, mengapa mantan anggota HTI yang telah dibubarkan pula oleh pemerintah dipersekusi, dicabut haknya, diberhentikan atasannya, dilengserkan dari jabatan politik pemerintahan. Adilkah?” ujarnya kepada Mediaumat.news, Senin (04/01/2021).

Menurutnya, jika terhadap para bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung atau pun tak langsung dalam G30S/PKI atau organisasi terlarang lainnya diberikan hak dipilih (dalam konteks yang lebih luas), “Tetapi mengapa mantan anggota HTI dilarang menduduki jabatan tertentu di pemerintahan?” tanyanya.

Ia menilai hal ini diskriminatif, represif dan otoriter dalam penegakan hukum. “Adilkah menegakkan hukum sembari melakukan pelanggaran hukum dan HAM? Atas dasar ini, apakah kiranya tidak berlebihan jika dikatakan telah terjadi pelanggaran HAM yang berkedok hukum?” bebernya.

Menurutnya, hal ini disebabkan karena narasi khilafahisme yang disejajarkan dengan komunisme. Padahal ini jelas sangat menodai ajaran agama Islam. “Dampak buruknya penyamaan ini adalah menyamakan pendakwah khilafah (HTI) disamakan dengan pengusung komunisme (PKI). Jika sengaja menyejajarkan ajaran agama dengan paham lain buatan manusia, maka itu merendahkan bahkan melecehkan ajaran agama,” ujarnya.

“Menyamakan khilafah dengan paham komunisme, radikalisme dan paham lain yang negatif adalah termasuk merendahkan ajaran agama Islam. Bahkan dapat dikategorikan menodai ajaran agama Islam. Jadi dapat dinilai sebagai penistaan agama,” imbuhnya.

Ia mengatakan, khilafah adalah bagian dari ajaran agama Islam di bidang politik (siyasah). Dalam hal ini ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudian dilanjutkan oleh para khalifah setelah beliau.

“Oleh karena itu ajaran agama, maka tak layak disejajarkan dengan paham lain buatan manusia yang bukan ajaran agama. Maka khilafah tak pantas ditambahi isme sebagaimana paham buatan manusia seperti kapitalisme, komunisme, radikalisme, dan lain-lain,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: