Prof. Suteki: Kasus Tom Lembong Jadi Cermin Penegakan Hukum

 Prof. Suteki: Kasus Tom Lembong Jadi Cermin Penegakan Hukum

Mediaumat.info – Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Suteki, menilai penetapan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016, jadi cerminan bagi bangsa ini khususnya dalam penegakan hukum dan keadilan.

“Kasus Tom Lembong menjadi cermin bagi bangsa ini, khususnya dalam penegakan hukum dan keadilan untuk berbenah diri dan keluar dari kubangan industri hukum yang bukan hanya menyimpang dari prinsip negara hukum namun juga semakin menjauhkan upaya masyarakat dan penegak hukum untuk bringing justice and the truth to the people,” tulisnya dalam keterangannya yang diterima media-umat.info, Sabtu (2/11/2024).

Ia menegaskan, penegakan hukum tidak boleh tebang pilih dengan berprinsip hukum tajam ke lawan dan tumpul ke kawan, tajam ke bawah dan tumpul ke atas layaknya pisau dapur. Hukum seharusnya diarahkan untuk menghadirkan kesejahteraan sosial bukan sebagai alat legitimasi kekuasaan.

“Berhukum seharusnya tidak seperti sedang menjalankan bisnis yang berorientasi pada profit semata. Jika yang terjadi justru sebaliknya, maka tidak berlebihan jika saya ucapkan: ‘Selamat Datang dalam Industri Hukum di Indonesia’,” ungkapnya.

“Mengapa hanya Tom Lembong yang ditetapkan sebagai tersangka melakukan tindak pidana korupsi atas kebijakan impornya? Mengapa baru sekarang sedangkan data di BPK telah menunjukkan potensi adanya penyimpangan kebijakan impor sejak 2015 sd 2017? Apakah kejaksaan sedang melakukan penegakan hukum secara tebang pilih ataukah sengaja membuka kotak pandora gurita korupsi di Indonesia? Jika hanya tebang pilih yang lebih didorong oleh kepentingan politik dan demi keuntungan politik, maka tak ubahnya penegakan hukum kita terbukti masuk dalam kubangan industri hukum,” imbuhnya.

Sebagai seorang guru besar di bidang hukum, ia mengaku prihatin melihat buruknya penegakan hukum di negara hukum ini. Seringkali suatu kasus di-framing dengan menggunakan media yang dapat mengaburkan esensinya.

Trial by the press terkesan lebih dipercaya dibandingkan dengan trial by the rule of law sehingga yang muncul adalah trial without truth sebagaimana dikatakan oleh William T Pizzi. Keadaan ini akhirnya akan berakhir dengan trial without justice,” ungkapnya.

“Menyimak praktik hukum yang tengah terjadi, mungkin ada benarnya tentang industri hukum yang sempat viral seperti yang disebutkan oleh Menkopolhukam. Saya kemudian berkhayal mungkinkah dalam industri hukum ini kita peroleh justice dalam proses trial-nya atau justru yang akan muncul adalah: trial without justice?” ujarnya.

Industri hukum, kata Guru Besar Undip itu dapat terjadi di semua lini penegakan hukum ketika setiap lini tersebut berupaya memperjualbelikan kebenaran dan keadilan. Sanksi pidana mungkin juga tidak mempan, maka kata kuncinya adalah akhlak. Akhlak yang mana? Ukurannya apa? Itu yang harus dirumuskan dengan standarisasi yang tepat sehingga hukum tidak lagi diperdagangkan. Hukum dagang harus, dagang hukum jangan. Hukum Industri harus dipelajari, industri hukum jangan.

Sumber Hukum

Compang-campingnya penegakan hukum dan sistem peradilan di negara ini, kata Prof. Suteki tidaklah terlepas dari sumber hukum yang menjadi rujukan di dalam penerapannya yaitu sumber-sumber hukum yang berasal dari produk ciptaan akal manusia yang terbatas dan tidak dibangun berlandaskan akidah atau wahyu Sang Pencipta. Sehingga bukanlah menjadi sesuatu yang mengherankan ketika di dalam penerapannya kerap menimbulkan ketimpangan bahkan justru memunculkan polemik dan masalah baru lainnya.

“Alih-alih menjadikannya sebagai solusi, yang terjadi malah kembali menimbulkan berbagai masalah karena diatur oleh kehendak nafsu manusia. Itulah yang terjadi dalam penerapan hukum dalam negara demokrasi yang sarat dengan kepentingan dan cenderung untuk melindungi kelompok atau orang-orang tertentu saja. Sistem yang terbukti gagal atau utopis dalam memberikan rasa keadilan,” tuturnya.

Secara ideal, lanjutnya, dalam sistem hukum adil dan benar, negara mempunyai otoritas penuh dalam menegakkan hukum secara benar. Negara tidak boleh dalam kendali atau intervensi sebuah kelompok tertentu atau turut serta dalam organisasi melaksanakan penegakan hukum.

Ada contoh konkret, terang Pro. Suteki, misalnya, dalam sistem hukum Islam yang menempatkan kedudukan jaksa dan hakim sangat mulia. Para jaksa atau hakim (qadli) yang diberi amanah untuk mengadili suatu perkara harus dari orang-orang yang berderajat para ulama hanif yang memahami betul perkara dan hukum-hukum agama. Jadi tidak akan gegabah bahkan keliru dalam menuntut dan menjatuhkan suatu vonis.

“Dengan penerapan hukum yang berlandaskan kebenaran dan keadilan yang tegas akan dapat melindungi umat/masyarakat dari berbagai tindakan kejahatan serta memberikan rasa keadilan dan melindungi masyarakat atau para penegak hukum dari praktik-praktik penyimpangan dalam penegakan hukum termasuk terlibat dalam praktik industri hukum,” tandasnya.[] Rasman

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

 

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *