Mediaumat.id – Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menilai janggal menjadikan buku Iqra’ dan buku agama sebagai barang bukti saat menggeledah rumah terduga teroris DU dan PH di Grogol dan Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis lalu.
“Jadi janggalnya di sini. Buku Iqra’ (belajar membaca dan menulis bahasa Arab) saya kira tidak terkait tindak pidana terorisme yang diduga dilakukan oleh terduga tindak pidana (TP) terorisme,” ulasnya dalam segmen Tanya Profesor: Janggal! Buku Iqra’ Jadi Barbuk Terorisme, di kanal YouTube Prof. Suteki, Senin (5/12/2022).
Prof. Suteki, sapaan akrabnya, menjelaskan fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan yaitu pertama, menguatkan kedudukan alat bukti yang sah.
Kedua, mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara sidang yang ditangani.
Ketiga, setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah, maka dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.
Maka Guru Besar Fakultas Hukum Undip ini berpesan, Densus 88 harus bertindak profesional dalam mengungkap TP terorisme khususnya terhadap pengumpulan barbuk.
Menurutnya, buku Iqra’, hadits, Al-Qur’an, tidak bisa dijadikan barang bukti suatu TP ketika barang itu tidak dipakai melakukan TP.
“Kecuali misalnya buku atau kitab itu dipakai untuk memukul korban hingga menimbulkan luka atau mati, barulah bisa dijadikan barbuk,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, dijadikannya buku Iqra’ sebagai barbuk bukanlah soal teknis, melainkan sudah menyangkut integritas lembaga penyidik yang konon oleh Kapolri punya slogan Presisi: Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan.
“Juga harus diingat oleh semua aparat penegak hukum termasuk Densus 88 bahwa penegakan hukum berkeadilan itu punya etika sebagaimana diatur dalam Tap MPR No.VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa,” tandasnya.[] Puspita Satyawati